Sabtu, 30 April 2016

Manajemen Kurikulum

A.    KONSEP DASAR KURIKULUM
1.      Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa latin “Curere” (kata kerja) yang kata bendanya “curriculum” mengandung makna: 1) tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari kereta lomba, 2) lari cepat, pacuan, balapan kereta, berkuda, 3) perjalanan, satu kali perjalanan tanpa berhenti, 4) peredaran di cakrawala (misalnya bintang, matahari, bulan), 5) satu peredaran pada pertandingan/perlombaan, 6) peredaran waktu, 7) kereta perlombaan, 8) gelanggang perlombaan, dan 9) jalan kehidupan.
Makna semantik kurikulum dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1) pengertian tradisional, 2) pengertian modern, dan 3) pengertian masa kini (up to date).
a.       Pengertian Tradisional Kurikulum
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang studi. Pengertian ini sejalan dengan pengertian di Webster’s New Word Dictionary yang menyatakan bahwa kurikulum yang artinya adalah semua bidang studi yang diberikan di dalam lembaga pendidikan.
b.      Pengertian Modern Kurikulum
Menurut Spears (1975) menyatakan bahwa kurikulum adalah semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa di bawah pengarahan sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan.
Pengertian lain menurut Ragan 1958 bahwa kurikulum adalah semua pengalaman murid di bawah tanggungjawab sekolah.
Bahkan Saylor dan Alexander (1958) menyatakan bahwa, jadi kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk memengaruhi belajar anak berlangsung di dalam kelas, di kampus sekolah, maupun di luar sekolah.
c.       Pengertian Masa Kini Kurikulum
Menurut Lee dan Lee (1940) menyatakan bahwa kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk mengadaptasikan pewarisan kultural untuk mencapai tujuan sekolah. Ragan (1958) mendefinisikan kurikulum adalah lingkungan belajar yang dirancang untuk mengembangkan minat dan kemampuan anak agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan bangsa.
2.      Bentuk-Bentuk Kurikulum
a.       Subject Matter/Subject Centered Curriculum
Yaitu kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah. Materi yang dipelajari oleh siswa telah disusun secara logis oleh para ahli bidang studi.
                                    Keuntungan:
1)      Mata pelajaran terdiri atas pengetahuan yang telah disusun secara logis dan sistematis
2)      Mata pelajaran dianggap sebagai alat yang sesuai untuk mengembangkan intelektual seseorang
3)      Sejalan dengan konsep-konsep yang telah ditata sesuai dengan proses pendidikan
4)      Sebagai pewarisan pengetahuan yang telah berabad-abad dikembangkan sehingga kita menghargai pendahulu kita
5)      Penyusunannya mudah dilaksanakan
Kelemahan:
1)      Belum tentu sesuai dengan latar belakang kehidupan anak, sehingga anak-anak sering menghapal tanpa pengertian
2)      Terlalu mementingkan perkembangan intelektual, mengabaikan perkembangan sosial, emosional, dan pendidikan watak
3)      Karena mata pelajaran terpisah-pisah, kurang memberikan bekal pemecahan masalah kehidupan secara integratif
4)      Kurang memerhatikan fungsionalnya dalam kehidupan, sehingga anak-anak kurang terlatih untuk menghadapi masalah kehidupan yang sebenarnya
b.      Broad Field/Fused/Correlated Curriculum
Yaitu kurikulum yang disusun dengan mengkorelasikan atau menggabungkan sejumlah matapelajaran dalam satu kesatuan. Dengan demikian terjadi perkawinan antar matapelajaran sejenis. Contohnya adalah: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan kesenian.
Keuntungan:
1)      Dimungkinkan adanya pemberian pengertian yang lebih kaya dengan adanya kaitan antar matapelajaran
2)      Lebih menarik bagi anak
3)      Anak mulai dapat memanfaatkan kesatuan matapelajaran untuk meninjau berbagai persoalan hidup
Kelemahan:
1)      Kurang memberikan disiplin tinjauan spesialisasi matapelajaran
2)      Kurang memberikan pengetahuan mendalam pada masing-masing matapelajaran
3)      Sering melampau abstrak, karena hanya memberikan prinsip-prinsip dasar dan tema-tema tertentu
c.       Integrated curriculum
Yaitu kurikulum yang diorganisasikan dalam bentuk unit-unit tanpa harus ada matapelajaran atau bidang studi. Pembelajaran dilaksanakan dengan “unit teaching” dan materinya menggunakan “unit lesson”. Pelajaran disusun bersama guru dan murid, mengandung suatu masalah yang luas, menggunakan metode “problem solving”, sesuai dengan minat dan perkembangan anak.
Keuntungan:
1)      Didasarkan atas pengalaman dan minat anak
2)      Menggunakan beragam kegiatan untuk memecahkan masalah
3)      Guru dan murid bersama-sama merencanakan
4)      Integrasi semua matapelajaran
5)      Memberikan pengalaman langsung kepada anak
6)      Pelajaran sesuai dengan kehidupan anak
7)      Memperhatikan perbedaan individual anak
8)      Mengembangkan keterampilan-keterampilan fungsional
9)      Menggunakan lingkungan sebagai sumber pelajaran
10)  Banyak memberikan keterampilan sosial
11)  Menggunakan psikologi Gestalt dalam pembelajaran
Kelemahan:
1)      Kurang mempersiapkan anak mengikuti ujian tradisional selama ini
2)      Memerlukan fasilitas pembelajaran yang belum dimiliki oleh sekolah
3)      Tidak memberikan pengetahuan yang logis dan sistematis
4)      Memberatkan tugas guru
5)      Lebih mengutamakan proses daripada materi
6)      Manajemen pembelajarannya sangat sulit
d.      Core curriculum
Yaitu kurikulum inti yang diberikan kepada semua murid untuk mencapai keseluruhan program kurikulum secara utuh. Contoh di Indonesia adalah: Agama dan PPKN. Core curriculum ini diikuti oleh semua jenis dan jenjang pendidikan tanpa kecuali.

B.     OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Thoha, 1998). Azas desentralisasi yang dirancang dalam perundangan tentang pemerintah daerah baru mencakup: (1) pengakuan wewenang pemerintah yang luas terhadap daerah otonom oleh Pemerintah Pusat, kecuali wewenang dalam bidang yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, seperti moneter, hubungan luar negeri, peradilan dan hankam, (2) proses pembentukan daerah otonom berdasarkan azas desentralisasi, atau pengakuan daerah otonom yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan sebelumnya.
Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota mencakup pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Dengan demikian bidang pendidikan dan kebudayaan termasuk dalam kewenangan daerah kabupaten/kota untuk dikembangkan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ada.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah yang dimaksud adalah kewenangan pemerintah dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan mengembangkannya sesuai dengan cakupan bidangnya.
Tujuan otonomi daerah adalah antara lain mencakup:
1.      Memberikan kesempatan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah otonom secara proporsional untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya
2.      Untuk memberikan kewenangan kepada daerah otonom dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia demi kepentingan masyarakat di wilayahnya
3.      Untuk meningkatkan kemajuan daerah otonom sesuai dengan sumber daya yang tersedia di wilayahnya
4.      Untuk meningkatkan daya saing antar daerah otonom sesuai dalam mencapai kemajuan wilayahnya
5.      Meningkatkan kemandirian daerah otonom dalam mengelola pemerintahan dan mengelola sumber daya yang tersedia
Berangkat dari penjelasan tersebut, maka sudah seharusnya, bahwa dalam rangka melaksanakan otonomi daerah dalam artian yang sebenarnya dan dalam rangka menjawab tantangan permasalahan di masa kini dan masa mendatang diperlukan: (1) Pemerintah kabupaten dan kota yang mampu mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan politik maupun pembangunan, (2) Birokrasi pemerintah kabupaten dan kota yang berorientasi pada sistem pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat pada era reformasi.
Di Indonesia, otonomi seolah menjadi kata kunci yang sudah lama diperjuangkan dan benar-benar diakomodasi seiring bergulingnya proses reformasi. Otonomi daerah dinilai sebagai pilihan strategis dalam kerangka pemantapan ketahanan nasional, peningkatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, serta mengakomodasi muatan-muatan lokal khas yang berkembang di daerah yang sebelumnya banyak diabaikan.

C.    PERLUNYA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
GBHN 1999 menjelaskan perlunya diversifikasi kurikulum yang dapat melayani keanekaragaman kemampuan sumber daya manusia (SDM), kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah.  Kurikulum berbasis kompetensi disusun untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, global, dan lokal. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk merespon kemajuan yang berlandaskan hak azasi manusia, kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah demi kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Mutu lulusan pendidikan tidak cukup diukur dengan standar mutu lokal, tetapi harus dikembangkan standar mutu nasional dan internasional sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan basis kompetensi tingkat tinggi dalam pendidikan untuk mencapai mutu lulusan yang tinggi pula. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan standar mutu nasional dan internasional, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Cara yang ditempuh adalah standar mutu pendidikan dan kurikulum yang berdiversifikasi (penganekaragaman). Kurikulum berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, penguasaan akademik, pengembangan kepribadian yang kuat dan berakhlaq mulia.

D.    MENGEMBANGKAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sangat membutuhkan kemampuan sekolah terutama guru-guru untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar, sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Di sinilah diperlukan pengembangan keterampilan hidup yang integral dalam kurikulum di sekolah. Keterampilan hidup itu mencakup keterampilan berkomunikasi, berkreasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan, menghargai orang lain, kemandirian, keterampilan menyampaikan dan merealisasikan ide, menganalisis dan mensintesis, dan keterampilan mengerjakan sesuatu.
Kurikulum berbasis kompetensi memberikan peluang kepada sekolah untuk mengembangkannya. Skilbeck (1988) mengemukakan beberapa pertanyaan ketika sekolah akan mengembangkan kurikulum:
1.      Sudahkah sekolah memiliki tujuan yang telah disepakati bersama ?
2.      Sudahkah sekolah menerima pemilahan matapelajaran ?
3.      Apakah kita mempunyai pandangan yang sama bahwa pengetahuan yang dikaji siswa sesuai dengan level usia terbaiknya ?
4.      Apakah metode mengajar telah memperhitungkan proses belajar siswa ?
5.      Apakah kita dapat menjamin bahwa semua siswa memperoleh ketrampilan dasar dan ketrampilan-ketrampilan esensial ?
6.      Apakah kita telah mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki ?
7.      Apakah kita dapat menjamin bahwa semua siswa diberi pengalaman yang memadai ?
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Dengan demikian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menjadi panduan bagi para penyusun kurikulum di daerah, termasuk bagi pengembang kurikulum di sekolah. Dalam pelaksanaannya, kurikulum berbasis kompetensi dapat menggunakan paket-paket belajar atau modul, dapat pula menggunakan sumber belajar lain berupa buku-buku sumber dengan dilengkapi lembar-lembar tugas atau lembar kegiatan.
Metode mengajar dan atau metode pembelajaran dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Variasi metode pembelajaran ini bergantung pada penguasaan guru terhadap materi pembelajaran dan kemampuan yang akan dikembangkan pada diri siswa dan tujuan yang akan dicapai pada bidang studi tertentu. Sebagai contoh, pengenalan terhadap pengetahuan bahwa air akan menempati posisi yang lebih rendah dan akan memiliki permukaan yang merata pada bejana berhubungan akan lebih tepat digunakan metode demonstrasi daripada dengan ceramah.
Hal-hal praktis yang harus dipersiapkan oleh sekolah menghadapi kurikulum berbasis kompetensi yang akan dilaksanakan adalah:
1.      Memahami buku kurikulum berbasis kompetensi yang telah dipersiapkan oleh pemerintah pusat.
2.      Bekerjasama dengan orangtua siswa dan stakeholders lainnya dalam merancang kurikulum.
3.      Mengenal latar belakang diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
4.      Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
5.      Memahami Visi dan Misi tiap jenjang pendidikan sebagai dasar penyusunan visi dan misi sekolah masing-masing. Jika di daerah tertentu memberikan titik tekan pada basis agraris dan maritim didukung sektor industri, perdagangan, kepariwisataan dan koperasi, maka penetapan visi dan misi sekolah merupakan penjabaran dari visi dan misi pembangunan di wilayah tertentu itu.
6.      Memahami kompetensi tamatan masing-masing jenis sekolah sebagai dasar penyusunan kompetensi tiap bidang studi.
7.      Mengenal struktur program kurikulum pada tiap jenjang persekolahan.
8.      Memahami faktor-faktor pendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
9.      Memahami penilaian yang diterapkan dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Pada setiap matapelajaran yang dikembangkan berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, disusun rasional, pengertian, fungsi dan tujuan, kompetensi umum, materi  pokok, pendekatan dan pengorganisasian materi, dan rambu-rambu untuk menyusun materi pembelajaran. Sekolah tinggal mempelajarinya sebelum melangkah untuk menerapkannya.
Pada rancangan kurikulum berbasis kompetensi telah dirumuskan kompetensi dasar, materi pokok (yang pada kurikulum lama tertuang di GBPP), dan indikator pencapaian hasi belajar. Kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar ini disusun secara rinci untuk tiap Cawu. Jika ide Dirjen Dikdasmen tentang sistem semester diterapkan, maka pemilahan materi per cawu ini harus disesuaikan dengan sistem semesteran. Pada Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi tentang Kebijaksanaan Umum Bab 6 Butir D tentang Kalender Pendidikan disebutkan bahwa hari efektif sekolah sebanyak 204 hari per tahun yang dapat dibagi ke dalam kelompok semester pada jenjang pendidikan menengah dan catur wulan pada jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian untuk SMU akan mengikuti sistem semester.
Dengan kurikulum berbasis kompetensi yang akan diterapkan diseluruh Indonesia ini, maka ada beberapa keleluasaan sekolah dan guru dalam hal:
1.      Mengembangkan materi pokok dari berbagai sumber belajar, termasuk buku-buku yang digunakan sebagai materi pembelajaran.
2.      Mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar dan materi pokok.
3.      Memilih alat pembelajaran yang relevan dengan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa.
4.      Menyeleksi dan melakukan evaluasi proses dan hasil belajar siswa berdasarkan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Penilaian dapat dilakukan dalam bentuk ulangan harian (penguasaan kompetensi dasar berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tertentu), ulangan akhir program (tiap cawu atau akhir semester), dan atau akhir tahun.
5.      Merancang dan melakukan pembelajaran remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan program pengayaan bagi siswa yang cemerlang.
Di samping itu akan diadakan penilaian proses dan hasil secara berkala untuk melihat tahap-tahap pencapaian unggulan yang memuaskan dalam bentuk “BENCHMARKING”. Ukuran keunggulan ini dapat ditentukan oleh sekolah, daerah, dan nasional.
Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan kontinyu oleh Pusat dan Daerah. Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional dan kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan yang terjadi di masyarakat.

E.     LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KBK MUATAN LOKAL
            Kurikulum muatan lokal ini diwadahi dengan ketentuan bahwa daerah/sekolah dapat menambah matapelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan dengan porsi maksimal 4 jam pelajaran per minggu. Untuk menyusun KBK muatan lokal ini dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Melakukan survey pendahuluan dengan sasaran orang tua siswa, warga sekolah, siswa, dan stakeholders lainnya (misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Diklat Perikanan, Pengusaha, Bank, Lurah, Camat, Bupati, Kepolisian, Dinas Kesehatan, LSM, Koperasi, Dinas Pariwisata, dan lainnya) tentang akan dilaksanakan kurikulum muatan lokal berbasis kompetensi di sekolah.
2.      Merumuskan Visi dan Misi Sekolah yang mewadahi kebutuhan dan potensi daerah.
3.      Merumuskan tujuan sekolah sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.
4.      Merumuskan sasaran yang jelas, dapat diukur, praktis, dan spesifik dengan kriteria dan indikator yang rinci.
5.      Melakukan evaluasi diri dengan analisis SWOT untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sekolah.
6.      Mengidentifikasi kebutuhan daerah untuk dijadikan dasar penyusunan kurikulum sesuai dengan visi dan misi, tujuan, sasaran, dan hasil survey serta hasil evaluasi diri. Misalnya di daerah Banyuwangi memerlukan kemampuan atau kompetensi di bidang penangkapan ikan di laut, budi daya ikan, dan pengolahan hasil perikanan, dan pemasaran hasil produksi perikanan. Keempat bidang ini menjadi dasar perumusan kompetensi dasar yang diperlukan untuk dikuasai oleh siswa.
7.      Merumuskan kompetensi dasar sesuai dengan bidang-bidang kebutuhan yang telah ditemukan sesuai dengan potensi daerah.
8.      Menentukan materi pokok sesuai dengan kompetensi dasar yang telah dirumuskan.
9.      Menentukan indikator pencapaian hasil belajar untuk setiap materi pokok yang telah ditentukan.
10.  Penjabaran materi belajar secara lebih rinci, misalnya dalam bentuk buku, modul, atau paket-paket belajar.
11.  Merancang strategi pembelajaran yang di dalamnya memuat perencanaan, pelaksanaan (di dalamnya memuat metode belajar dan metode mengajar, pengelolaan kelas, dan praktek-praktek belajar siswa), dan evaluasi proses dan hasil belajar siswa.
Jika kesebelas langkah ini telah diterapkan, maka tersusunlah kurikulum muatan lokal yang berbasis kompetensi. Format yang dapat membantu dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah seperti tertuang di bagian akhir bab ini.
Perangkat lainnya yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana peranan Bimbingan dan Konseling untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar agar mencapai ketuntasan penguasaan kemampuan yang maksimal, peranan kepemimpinan kepala sekolah yang tangguh, manajemen sekolah yang profesional, sarana-prasarana yang memadai, dana yang cukup untuk menopang pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan peningkatan partisipasi orangtua siswa dan masyarakat dalam merealisasikan program ini. Salah satu prinsip pendidikan yang suka dilupakan dalam aplikasinya adalah pelibatan siswa dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajarnya.

DAFTAR RUJUKAN
Soetopo, H. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah & Kurikulum Berbasis Kompetensi: Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar