Sabtu, 30 April 2016

Manajemen Kurikulum

A.    KONSEP DASAR KURIKULUM
1.      Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa latin “Curere” (kata kerja) yang kata bendanya “curriculum” mengandung makna: 1) tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari kereta lomba, 2) lari cepat, pacuan, balapan kereta, berkuda, 3) perjalanan, satu kali perjalanan tanpa berhenti, 4) peredaran di cakrawala (misalnya bintang, matahari, bulan), 5) satu peredaran pada pertandingan/perlombaan, 6) peredaran waktu, 7) kereta perlombaan, 8) gelanggang perlombaan, dan 9) jalan kehidupan.
Makna semantik kurikulum dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1) pengertian tradisional, 2) pengertian modern, dan 3) pengertian masa kini (up to date).
a.       Pengertian Tradisional Kurikulum
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang studi. Pengertian ini sejalan dengan pengertian di Webster’s New Word Dictionary yang menyatakan bahwa kurikulum yang artinya adalah semua bidang studi yang diberikan di dalam lembaga pendidikan.
b.      Pengertian Modern Kurikulum
Menurut Spears (1975) menyatakan bahwa kurikulum adalah semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa di bawah pengarahan sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan.
Pengertian lain menurut Ragan 1958 bahwa kurikulum adalah semua pengalaman murid di bawah tanggungjawab sekolah.
Bahkan Saylor dan Alexander (1958) menyatakan bahwa, jadi kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk memengaruhi belajar anak berlangsung di dalam kelas, di kampus sekolah, maupun di luar sekolah.
c.       Pengertian Masa Kini Kurikulum
Menurut Lee dan Lee (1940) menyatakan bahwa kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk mengadaptasikan pewarisan kultural untuk mencapai tujuan sekolah. Ragan (1958) mendefinisikan kurikulum adalah lingkungan belajar yang dirancang untuk mengembangkan minat dan kemampuan anak agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan bangsa.
2.      Bentuk-Bentuk Kurikulum
a.       Subject Matter/Subject Centered Curriculum
Yaitu kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah. Materi yang dipelajari oleh siswa telah disusun secara logis oleh para ahli bidang studi.
                                    Keuntungan:
1)      Mata pelajaran terdiri atas pengetahuan yang telah disusun secara logis dan sistematis
2)      Mata pelajaran dianggap sebagai alat yang sesuai untuk mengembangkan intelektual seseorang
3)      Sejalan dengan konsep-konsep yang telah ditata sesuai dengan proses pendidikan
4)      Sebagai pewarisan pengetahuan yang telah berabad-abad dikembangkan sehingga kita menghargai pendahulu kita
5)      Penyusunannya mudah dilaksanakan
Kelemahan:
1)      Belum tentu sesuai dengan latar belakang kehidupan anak, sehingga anak-anak sering menghapal tanpa pengertian
2)      Terlalu mementingkan perkembangan intelektual, mengabaikan perkembangan sosial, emosional, dan pendidikan watak
3)      Karena mata pelajaran terpisah-pisah, kurang memberikan bekal pemecahan masalah kehidupan secara integratif
4)      Kurang memerhatikan fungsionalnya dalam kehidupan, sehingga anak-anak kurang terlatih untuk menghadapi masalah kehidupan yang sebenarnya
b.      Broad Field/Fused/Correlated Curriculum
Yaitu kurikulum yang disusun dengan mengkorelasikan atau menggabungkan sejumlah matapelajaran dalam satu kesatuan. Dengan demikian terjadi perkawinan antar matapelajaran sejenis. Contohnya adalah: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan kesenian.
Keuntungan:
1)      Dimungkinkan adanya pemberian pengertian yang lebih kaya dengan adanya kaitan antar matapelajaran
2)      Lebih menarik bagi anak
3)      Anak mulai dapat memanfaatkan kesatuan matapelajaran untuk meninjau berbagai persoalan hidup
Kelemahan:
1)      Kurang memberikan disiplin tinjauan spesialisasi matapelajaran
2)      Kurang memberikan pengetahuan mendalam pada masing-masing matapelajaran
3)      Sering melampau abstrak, karena hanya memberikan prinsip-prinsip dasar dan tema-tema tertentu
c.       Integrated curriculum
Yaitu kurikulum yang diorganisasikan dalam bentuk unit-unit tanpa harus ada matapelajaran atau bidang studi. Pembelajaran dilaksanakan dengan “unit teaching” dan materinya menggunakan “unit lesson”. Pelajaran disusun bersama guru dan murid, mengandung suatu masalah yang luas, menggunakan metode “problem solving”, sesuai dengan minat dan perkembangan anak.
Keuntungan:
1)      Didasarkan atas pengalaman dan minat anak
2)      Menggunakan beragam kegiatan untuk memecahkan masalah
3)      Guru dan murid bersama-sama merencanakan
4)      Integrasi semua matapelajaran
5)      Memberikan pengalaman langsung kepada anak
6)      Pelajaran sesuai dengan kehidupan anak
7)      Memperhatikan perbedaan individual anak
8)      Mengembangkan keterampilan-keterampilan fungsional
9)      Menggunakan lingkungan sebagai sumber pelajaran
10)  Banyak memberikan keterampilan sosial
11)  Menggunakan psikologi Gestalt dalam pembelajaran
Kelemahan:
1)      Kurang mempersiapkan anak mengikuti ujian tradisional selama ini
2)      Memerlukan fasilitas pembelajaran yang belum dimiliki oleh sekolah
3)      Tidak memberikan pengetahuan yang logis dan sistematis
4)      Memberatkan tugas guru
5)      Lebih mengutamakan proses daripada materi
6)      Manajemen pembelajarannya sangat sulit
d.      Core curriculum
Yaitu kurikulum inti yang diberikan kepada semua murid untuk mencapai keseluruhan program kurikulum secara utuh. Contoh di Indonesia adalah: Agama dan PPKN. Core curriculum ini diikuti oleh semua jenis dan jenjang pendidikan tanpa kecuali.

B.     OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Thoha, 1998). Azas desentralisasi yang dirancang dalam perundangan tentang pemerintah daerah baru mencakup: (1) pengakuan wewenang pemerintah yang luas terhadap daerah otonom oleh Pemerintah Pusat, kecuali wewenang dalam bidang yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, seperti moneter, hubungan luar negeri, peradilan dan hankam, (2) proses pembentukan daerah otonom berdasarkan azas desentralisasi, atau pengakuan daerah otonom yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan sebelumnya.
Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota mencakup pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Dengan demikian bidang pendidikan dan kebudayaan termasuk dalam kewenangan daerah kabupaten/kota untuk dikembangkan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ada.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah yang dimaksud adalah kewenangan pemerintah dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan mengembangkannya sesuai dengan cakupan bidangnya.
Tujuan otonomi daerah adalah antara lain mencakup:
1.      Memberikan kesempatan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah otonom secara proporsional untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya
2.      Untuk memberikan kewenangan kepada daerah otonom dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia demi kepentingan masyarakat di wilayahnya
3.      Untuk meningkatkan kemajuan daerah otonom sesuai dengan sumber daya yang tersedia di wilayahnya
4.      Untuk meningkatkan daya saing antar daerah otonom sesuai dalam mencapai kemajuan wilayahnya
5.      Meningkatkan kemandirian daerah otonom dalam mengelola pemerintahan dan mengelola sumber daya yang tersedia
Berangkat dari penjelasan tersebut, maka sudah seharusnya, bahwa dalam rangka melaksanakan otonomi daerah dalam artian yang sebenarnya dan dalam rangka menjawab tantangan permasalahan di masa kini dan masa mendatang diperlukan: (1) Pemerintah kabupaten dan kota yang mampu mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan politik maupun pembangunan, (2) Birokrasi pemerintah kabupaten dan kota yang berorientasi pada sistem pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat pada era reformasi.
Di Indonesia, otonomi seolah menjadi kata kunci yang sudah lama diperjuangkan dan benar-benar diakomodasi seiring bergulingnya proses reformasi. Otonomi daerah dinilai sebagai pilihan strategis dalam kerangka pemantapan ketahanan nasional, peningkatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, serta mengakomodasi muatan-muatan lokal khas yang berkembang di daerah yang sebelumnya banyak diabaikan.

C.    PERLUNYA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
GBHN 1999 menjelaskan perlunya diversifikasi kurikulum yang dapat melayani keanekaragaman kemampuan sumber daya manusia (SDM), kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah.  Kurikulum berbasis kompetensi disusun untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, global, dan lokal. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk merespon kemajuan yang berlandaskan hak azasi manusia, kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah demi kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Mutu lulusan pendidikan tidak cukup diukur dengan standar mutu lokal, tetapi harus dikembangkan standar mutu nasional dan internasional sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan basis kompetensi tingkat tinggi dalam pendidikan untuk mencapai mutu lulusan yang tinggi pula. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan standar mutu nasional dan internasional, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Cara yang ditempuh adalah standar mutu pendidikan dan kurikulum yang berdiversifikasi (penganekaragaman). Kurikulum berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, penguasaan akademik, pengembangan kepribadian yang kuat dan berakhlaq mulia.

D.    MENGEMBANGKAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sangat membutuhkan kemampuan sekolah terutama guru-guru untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar, sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Di sinilah diperlukan pengembangan keterampilan hidup yang integral dalam kurikulum di sekolah. Keterampilan hidup itu mencakup keterampilan berkomunikasi, berkreasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan, menghargai orang lain, kemandirian, keterampilan menyampaikan dan merealisasikan ide, menganalisis dan mensintesis, dan keterampilan mengerjakan sesuatu.
Kurikulum berbasis kompetensi memberikan peluang kepada sekolah untuk mengembangkannya. Skilbeck (1988) mengemukakan beberapa pertanyaan ketika sekolah akan mengembangkan kurikulum:
1.      Sudahkah sekolah memiliki tujuan yang telah disepakati bersama ?
2.      Sudahkah sekolah menerima pemilahan matapelajaran ?
3.      Apakah kita mempunyai pandangan yang sama bahwa pengetahuan yang dikaji siswa sesuai dengan level usia terbaiknya ?
4.      Apakah metode mengajar telah memperhitungkan proses belajar siswa ?
5.      Apakah kita dapat menjamin bahwa semua siswa memperoleh ketrampilan dasar dan ketrampilan-ketrampilan esensial ?
6.      Apakah kita telah mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki ?
7.      Apakah kita dapat menjamin bahwa semua siswa diberi pengalaman yang memadai ?
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Dengan demikian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menjadi panduan bagi para penyusun kurikulum di daerah, termasuk bagi pengembang kurikulum di sekolah. Dalam pelaksanaannya, kurikulum berbasis kompetensi dapat menggunakan paket-paket belajar atau modul, dapat pula menggunakan sumber belajar lain berupa buku-buku sumber dengan dilengkapi lembar-lembar tugas atau lembar kegiatan.
Metode mengajar dan atau metode pembelajaran dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Variasi metode pembelajaran ini bergantung pada penguasaan guru terhadap materi pembelajaran dan kemampuan yang akan dikembangkan pada diri siswa dan tujuan yang akan dicapai pada bidang studi tertentu. Sebagai contoh, pengenalan terhadap pengetahuan bahwa air akan menempati posisi yang lebih rendah dan akan memiliki permukaan yang merata pada bejana berhubungan akan lebih tepat digunakan metode demonstrasi daripada dengan ceramah.
Hal-hal praktis yang harus dipersiapkan oleh sekolah menghadapi kurikulum berbasis kompetensi yang akan dilaksanakan adalah:
1.      Memahami buku kurikulum berbasis kompetensi yang telah dipersiapkan oleh pemerintah pusat.
2.      Bekerjasama dengan orangtua siswa dan stakeholders lainnya dalam merancang kurikulum.
3.      Mengenal latar belakang diberlakukannya kurikulum berbasis kompetensi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
4.      Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
5.      Memahami Visi dan Misi tiap jenjang pendidikan sebagai dasar penyusunan visi dan misi sekolah masing-masing. Jika di daerah tertentu memberikan titik tekan pada basis agraris dan maritim didukung sektor industri, perdagangan, kepariwisataan dan koperasi, maka penetapan visi dan misi sekolah merupakan penjabaran dari visi dan misi pembangunan di wilayah tertentu itu.
6.      Memahami kompetensi tamatan masing-masing jenis sekolah sebagai dasar penyusunan kompetensi tiap bidang studi.
7.      Mengenal struktur program kurikulum pada tiap jenjang persekolahan.
8.      Memahami faktor-faktor pendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
9.      Memahami penilaian yang diterapkan dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Pada setiap matapelajaran yang dikembangkan berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, disusun rasional, pengertian, fungsi dan tujuan, kompetensi umum, materi  pokok, pendekatan dan pengorganisasian materi, dan rambu-rambu untuk menyusun materi pembelajaran. Sekolah tinggal mempelajarinya sebelum melangkah untuk menerapkannya.
Pada rancangan kurikulum berbasis kompetensi telah dirumuskan kompetensi dasar, materi pokok (yang pada kurikulum lama tertuang di GBPP), dan indikator pencapaian hasi belajar. Kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar ini disusun secara rinci untuk tiap Cawu. Jika ide Dirjen Dikdasmen tentang sistem semester diterapkan, maka pemilahan materi per cawu ini harus disesuaikan dengan sistem semesteran. Pada Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi tentang Kebijaksanaan Umum Bab 6 Butir D tentang Kalender Pendidikan disebutkan bahwa hari efektif sekolah sebanyak 204 hari per tahun yang dapat dibagi ke dalam kelompok semester pada jenjang pendidikan menengah dan catur wulan pada jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian untuk SMU akan mengikuti sistem semester.
Dengan kurikulum berbasis kompetensi yang akan diterapkan diseluruh Indonesia ini, maka ada beberapa keleluasaan sekolah dan guru dalam hal:
1.      Mengembangkan materi pokok dari berbagai sumber belajar, termasuk buku-buku yang digunakan sebagai materi pembelajaran.
2.      Mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar dan materi pokok.
3.      Memilih alat pembelajaran yang relevan dengan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa.
4.      Menyeleksi dan melakukan evaluasi proses dan hasil belajar siswa berdasarkan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Penilaian dapat dilakukan dalam bentuk ulangan harian (penguasaan kompetensi dasar berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tertentu), ulangan akhir program (tiap cawu atau akhir semester), dan atau akhir tahun.
5.      Merancang dan melakukan pembelajaran remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan program pengayaan bagi siswa yang cemerlang.
Di samping itu akan diadakan penilaian proses dan hasil secara berkala untuk melihat tahap-tahap pencapaian unggulan yang memuaskan dalam bentuk “BENCHMARKING”. Ukuran keunggulan ini dapat ditentukan oleh sekolah, daerah, dan nasional.
Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan kontinyu oleh Pusat dan Daerah. Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional dan kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan yang terjadi di masyarakat.

E.     LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KBK MUATAN LOKAL
            Kurikulum muatan lokal ini diwadahi dengan ketentuan bahwa daerah/sekolah dapat menambah matapelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan dengan porsi maksimal 4 jam pelajaran per minggu. Untuk menyusun KBK muatan lokal ini dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Melakukan survey pendahuluan dengan sasaran orang tua siswa, warga sekolah, siswa, dan stakeholders lainnya (misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Diklat Perikanan, Pengusaha, Bank, Lurah, Camat, Bupati, Kepolisian, Dinas Kesehatan, LSM, Koperasi, Dinas Pariwisata, dan lainnya) tentang akan dilaksanakan kurikulum muatan lokal berbasis kompetensi di sekolah.
2.      Merumuskan Visi dan Misi Sekolah yang mewadahi kebutuhan dan potensi daerah.
3.      Merumuskan tujuan sekolah sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah.
4.      Merumuskan sasaran yang jelas, dapat diukur, praktis, dan spesifik dengan kriteria dan indikator yang rinci.
5.      Melakukan evaluasi diri dengan analisis SWOT untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sekolah.
6.      Mengidentifikasi kebutuhan daerah untuk dijadikan dasar penyusunan kurikulum sesuai dengan visi dan misi, tujuan, sasaran, dan hasil survey serta hasil evaluasi diri. Misalnya di daerah Banyuwangi memerlukan kemampuan atau kompetensi di bidang penangkapan ikan di laut, budi daya ikan, dan pengolahan hasil perikanan, dan pemasaran hasil produksi perikanan. Keempat bidang ini menjadi dasar perumusan kompetensi dasar yang diperlukan untuk dikuasai oleh siswa.
7.      Merumuskan kompetensi dasar sesuai dengan bidang-bidang kebutuhan yang telah ditemukan sesuai dengan potensi daerah.
8.      Menentukan materi pokok sesuai dengan kompetensi dasar yang telah dirumuskan.
9.      Menentukan indikator pencapaian hasil belajar untuk setiap materi pokok yang telah ditentukan.
10.  Penjabaran materi belajar secara lebih rinci, misalnya dalam bentuk buku, modul, atau paket-paket belajar.
11.  Merancang strategi pembelajaran yang di dalamnya memuat perencanaan, pelaksanaan (di dalamnya memuat metode belajar dan metode mengajar, pengelolaan kelas, dan praktek-praktek belajar siswa), dan evaluasi proses dan hasil belajar siswa.
Jika kesebelas langkah ini telah diterapkan, maka tersusunlah kurikulum muatan lokal yang berbasis kompetensi. Format yang dapat membantu dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah seperti tertuang di bagian akhir bab ini.
Perangkat lainnya yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana peranan Bimbingan dan Konseling untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar agar mencapai ketuntasan penguasaan kemampuan yang maksimal, peranan kepemimpinan kepala sekolah yang tangguh, manajemen sekolah yang profesional, sarana-prasarana yang memadai, dana yang cukup untuk menopang pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan peningkatan partisipasi orangtua siswa dan masyarakat dalam merealisasikan program ini. Salah satu prinsip pendidikan yang suka dilupakan dalam aplikasinya adalah pelibatan siswa dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajarnya.

DAFTAR RUJUKAN
Soetopo, H. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah & Kurikulum Berbasis Kompetensi: Bunga Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.


Rabu, 20 April 2016

Teknik Evaluasi Tes

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah perkembangan tes dan pengukuran
Dibawah ini akan diuraikan secara singkat tentang sejarah perkembangan tes dan pengukuran dalam pendidikan:
Negara yang pertama-tama menggunakan pengukuran ialah Negara Tiongkok dalam tahun 2357 SM. Pada waktu itu kaisar Shun melaksanakan ujian bagi anggota tentara tiap 3 tahun untuk kenaikan pangkat mereka. Selanjutnya dianasti Chou dalam tahun 1122-255 SM melaksanakan ujian masuk sekolah yang diadakan tiap 2 tahun sekali. Pemberian ujian ini diikuti oleh Negara Eropa, yaitu di Athea dalamtahun 500-300 SM. Ujian yang diadakan disini ialah untuk anak-anak muda yang menjadi akil balig. Mereka diuji tentang ketangkasan dalam seni ketentaraan.
Eropa barat mulai mengadakan ujian dalam tahun 1219 (Sesudah Masehi) di University of Bologna, yaitu ujian untuk magister dalam ilmu hukum. Dalam tahun 1562 the Merchant’s Taylor Scool DI London mengadakan unian tahunan untuk mengevaluasi program sekolah. Di London sekolah yang sama ini juga mulai tahun1601 mengadakan ujian tertulis selama 9 jam tiap 3 tahun sekali untuk mengevaluasi program.
Di Amerika ujian lisan maupun tertulis untuk mengukur kemampuan guru mulai diadakan dalam tahun 1837. Tes-tes acuan patokan yang pertama diadakan dalam tahun 1864 di Inggris. Dalam tahun1889 diadakan penelitian tentang keterandalan nilai tes. Dalam tahun 1900 untuk pertama kali diadakan ujian masuk sekolah tinggi. Dalam tahun 1905 Alfred Binet & Theophile Simon mengadakan intelegensia untuk tiap individu untuk pertama kalinya. Dalam tahun 1908 C.W. Stone melaksanakan untuk pertama kalinya secara professional tes prestasi (achievement test) yang baku. E.F Thurstone mengembangkan skala sikap dalam tahun 1929.
Dalam tahun 1956 Benyamin S. Bloom menulis taksonomi tujuan pendidikan. Robert Glasser dalam tahun 1963 menganjurkan untuk melaksanakan tes acuan patokan aripada tes norma. Dalam tahun 1963 itu juga para ahli psikologi kuantitatif melaksanakan prosedur statistic untuk menemukan penyimpangan (bias) alam tes. Para ahli pendidik, para ahli psikologi, dan khalayak umum di amerika menentang secara nasional interprestasi tentang keturunan berdasarkan tes intelegensia.
 B.     Pengertian Teknik Tes
Teknik tes adalah teknik evaluasi pembelajaran yang menggunakan instrument tes sebagai instrumen atau alat ukur dalam evaluasi. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang diberikan kepada siswa untuk memperoleh informasi tentang kemampuan, penguasaana atau aspek-aspek lain yang sejenis berdasar ketentuan yang benar.
Cronbach mengemukakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan menggambarkan dengan alat bantu skala numerik atau sistem kategori (Fernandes, 1984).secara lebih jelas, Umar dkk.(1996) mengatakan bahwa tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pertanyaan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites (testee) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu orang yang dites (testee). Dalam tes prestasi belajar yang akan diukur adalah tingkat kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang diberikan.
Menurut Indrakusuma dalam Arikunto (2009: 32). Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
Sedangkan menurut Arikunto (2009: 33) Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Tes mempunyai fungsi ganda yaitu untuk mengukur siswa dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran.

C.    Jenis-jenis Tes
Ada beberapa tes ditinjau dari beberapasegi. Jenis-jenis tes tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Berdasarkan aspek kepribadian yang diukur,tes dibedakan atas:
a.      Tes Prestasi (Achievement Test)
b.      Tes Intelegensi (Inte llegence Test)
c.       Tes yang mengungkapkan intelegensi untuk mengetahui sejauh mana kemampuan umum seseorang untuk memperkirakan apa -kah suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat diberikan kepadanya. Nilai tes intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur dan menghasilkan IQ untuk mengetahui bagaimana ke-dudukan relative orang yang bersangkutan dengan kelompok orang sebaya.
d.      Tes Bakat (Aptitude Tes)
Atau sering disebut pula sebagai tes bakat khusus mencoba untuk mengetahui kecenderungan kemampuan khusus pada bidang-bidang tertentu.
e.       Tes Minat (Pysical Test)
Tes minat mengungkapkan reaksi seseorang terhadap berbagai situasi yang secara keseluruhan akan mencerminkan minatnya. Minat yang terungkap melalui tes minat ini seringkali menun- juk kan minat yang lebih mewakili daripada minat yang se ke-dar dinyatakan yang biasanya bukan merupakan minat yang sesungguhnya.
f.       Kepribadian (Psicho Test)
Mencoba untuk mengungkapkan berbagai ciri kepribadian ter-tentu seperti introversi, penyesuaian sosial dan sebagainya yang terkait dengan kepribadian.
2.      Berdasarkan scope sasaran yang diukur, tes dapat dibedakan atas:
a.      Tes Perfomansi Maksimum (Maximum Performance Tes)
Tes Perfomansi Maksimum adalah tes yang mengukur perfomansi maksimal. Yang dimaksud permomansi maksimal adalah perfomansi atau kinerja terbaik yang mungkin ditunjukkan dindividu.
b.      Tes Performansi Khusus (Typical Performance Test)
Tes Performansi Khusus adalah tes yang mengukur aspek tertentu dari kepribadian (aspek non kognitif).
3.      Berdasarkan tujuan evaluasinya, tes dapat dibedakan atas:
a.       Tes Diagnoastik (Diagnostic Test)
Tes diagnosik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelamahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik terbagi menjadi 4, yaitu:
a)       Tes diagnostik ke-1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah mengetahui pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah yang dimaksudkan. Tes ini disebut juga tes prasarat atau pre-requisite test.
b)        Tes diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan di satu kelas, ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik, sedang, atau kurang, ini semua memerlukan adanya informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara mengadakan tes diagnostik. Dengan demikian maka tes diagnostik telah berfungsi sebagai tes penempatan (placement test).
c)        Tes diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus sekali-kali memberikan tes diagnostik untuk mengetahiu bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain itu harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Berdasarkan atas hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.
d)       Tes diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.
b.      Tes Penempatan (Placement Test)
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
c.       Tes Seleksi (Selection Test)
Tes seleksi diselenggarakanuntuk memilih peserta guna diikutsertakan dalam kegiatan yang menuntutkemampuan tertentu
d.      Tes Formatif (Formative Test)
Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau tes formatif dibrikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses.
Evaluasi formatif mempunyai manfaat, baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.
Manfaat bagi siswa:
a.       Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.
b.        Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan mengetahui bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan itu akan bertambah membekas diingatan. Di samping itu, tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa untuk belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau memperoleh nilai lebih baik lagi.
c.         Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes, siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya. Bahkan dengan teliti siswa mengetahui bab atau bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasai. Dengan demikian, akan ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.
d.        Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dengan mengetahui hasil tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.
Manfaat tes formatif bagi guru:
     Dengan telah mengetahui hasil tes formatif yang diadakan, maka guru:
a.       Mengetahui sampai sejuh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Hal ini akan menentukan pula apakah guru itu harus mengganti cara menerangkan (strategi mengajar) atau tetap dapat menggunakan cara (strategi) yang lama.
b.        Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa. Apabila bagian yang belum dikuasai kebetulan merupakan bahan prasarat bagi bagian pelajaran lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi, dan barangkali memerlukan cara atau media lain untuk memperjelas. Apabila bahan ini tidak diulangi, maka akan mengganggu kelancaran pemberian bahan pelajaran selanjutnya, dan siswa akan semakin tidak dapat menguasainya.
c.         Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
Manfaat bagi program:
Setelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui:
a.          Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.
b.        Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasarat yang belum diperhitungkan.
c.         Apakah diperlukan alat, sarana, dab prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.
d.        Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.
e.       Tes Sumatif (Sumative Test)
Evaluasi sumatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya paemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir caturwulan atau akhir semester.
Manfaat tes sumatif:
Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3 diantaranya yang terpenting adalah:
a.       Untuk menentukan nilai. Apabila tes formatif terutama diguanakan untuk  memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang anak
diantara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini dipergunakan untuk menentukan kedudukan anak. Dalam penentuan nilai ini setiap anak dibandingkan dengan anak-anak lain.
b.      Untuk menentukan seorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.
c.         Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi:
1)    Orang tua siswa
2)    Pihak bimbingan dan penyuluhan disekolah
3)    Pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain,  akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja
4.      Berdasarkan penekaan aspek yang diukur, tes dapat dibedakan atas:
a.       Tes Diagnoastik (Diagnostic Test)
b.      Tes Prognostiki (Prognostic Test)
c.       Tes Kecepatan (Speed Test)
d.      Tes Kekuatan (Power Test)
5.      Berdasarkan cara pembuatannya, tes dapat dibedakan atas:
a.       Tes Terstandar (Standardized Test)
b.      Tes Tak Tersadar (Unstandarized Test)
6.      Berasarkan cara mengerjakannya, tes dapat dibedakan atas:
a.       Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Secara umum,tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tes obyektif dan tes subyektif (essai).
Tes obyektif adalah tes tertulisyang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau memberikan jawaban singkat terbatas.sedangkan tes essai adlah tes tertulisyang meminta siswa memberikan jawaban berupa uraian.Tes obyektif diguanakan untuk mengukur penguasaan siswa pada tingkatan terbatas. Ruang lingkupnya cenderung luas, tetapi tidak menuntut penalaran siswa. Tes obyektif terdiri atas beberapa bentuk soal,antara lain meliputi tes benar salah (true false), tes pilihan ganda (multiple choice), tes menjodohkan (maching), tes melengkapi (completion), dan tes jawaban singkat(short answer).
Tes essai digunakan untuk menelaah siswa dalam mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan ide dengan kalimatnya sendiri atau mengemukakan penalarannya. Ruang lingkup tes essai cenderung terbatas, namundapat mengungkapkan kemampuan siswa secara mendalam. Secara umum, tes essai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tes uraian bebas dan tes uraian terbatas.
Tes uraian bebas adalah tes essai yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab soal sesuai dengan sistematika siswa seluas-luasnya. Sedangkan tes uraian terbatas adalah tes essai yang butir soalnya memberikan batasan kepada siswa  dalam menjawabnya.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan tes obyektif. Kelebihan tes obyektif adalah cenderung bisa mencakup materi yang luas, lebih bersifat obyektif dan cepat dalam pemeriksaaan. Sedangkan kelemanhannya, adalah cenderung menekankan pada aspek kognitif tingkat rendah, memungkinkan siswa menebak jawabanan lebih sulit menyusun soal.
 Demikian juga ada kebihan dan kelemahan tes essai. Keunggulan tes essai adalah bisa mengukur kemampuankognitif tingkat tinggi, pembuatannya cenderung mudah, dapat melatih siswa berfikir logis, analitis, sistematis dan memecahkan masalah, serta dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengorganisir kemampuannya, mengemukakan pendapat atau mengekspresikan gagasan dengan kata-kata dengan kalimatnya sendiri.sedangkan kelemahannya adalah jumlah materi atau pokok bahasan yang ditengkan sangat terbatas, ruang lingkup terbatas, tingkat reliabilitasnya rendah, penskoran atau pemeriksaannya bisa cenderung relatif subyektif, dan membutuhkan waktu yang relatif lama  dalam memeriksa jawaban peserta tes.
b.      Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah tes yang menuntut siswa memberikan jawabannya dengan lisan. Tes lisan biasanya dilaksanakan dengan cara mengadakan percakapan antara siswa dengan tester tentang permasalahannya yang diujikan.tes dapat digunakan untuk mengungkapkan hasil belajar siswa, baik pada aspek kognitif maupun efektif. Tes lisan sangat bermanfaatuntuk mengukur aspek yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi (communicative skill). Tes lisan juga dapat digunakan untuk menguji siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.
Ada beberapa kelebihan tes lisan. Kelebihan tes lisan adalah pendidik bisa mengetahui kemampuansiswa dalam mengemukakan pendapatnya secara langsung, formulasi pertanyaan dapat secara langsung disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa secara tepat.
Disamping kelebihan, juga ada beberapa kelemahan tes lisan. Kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang relatife lama, subyektifitas pelaksanaan tes sulit dihindari, dan sering kali siswa kurang bebas dalam mengemukakan pendapatnya.
c.       Tes Perbuatan (Performance Test)
Tes perbuatan adalah tes yang menuntut siswamelakukan perbuatan baik penampilan atau tindakan. Tes perbuatan terutama ditujukan untuk mengukur hasil belajar siswa, baik secara individual atau kelompok. Ada beberapa kelebihan tes perbuatan. Tes perbuatan merupakan alat paling tepat untuk mengecek terbentuk atau tidaknya ketrampilan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Tes perbuatan juga dapat membuat pergantian suasana, sehingga kejenuhan dapat dikurangi atau dihilangkan.
Disamping kelebihan, juga adabeberapa kelemahan tes perbuatan. Kelemahannya adalah tidak semua bahan ajaran dapat diungkap dengan tes perbuatan. Tes perbuatan juga membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang cukup banyak.
7.      Berdasarkan jumlah testee yang mengerjakannya, tes dapat dibedakan atas :
a.       Tes Individual (Individual Test)
Merupakan cara yang lebih cermat untuk menemukenali kemampuan intelektual umum anak, karena diberikan secara  perorangan sehingga memungkinkan mengobservasi anak ketika dites.
b.      Tes Kelompok (Classical Test)
8.      Berdasarkan waktu penyelenggaraannya, tes dapat dibedakan atas :
a.       Tes Terjadwal (Regular Test )
b.      Tes Tak terjadwal (Irregular Test )
9.      Berdasarkan cara interprestasinya, tes dapat dibedakan atas:
a.       Tes Acuan Patokan (Criterion Referenced Test)
b.      Tes Acuan Kelompok (Norm Referenced Test)
10.  Berdasarkan bentuknya, tes juga dapat dibedakan atas:
a.       Tes Subyektif (Subyective Test)
1)      Tes Essai Bebas (Extended Response Essai)
2)      Tes Essai Terbatas (Restricted Response Essai)
b.      Tes Obyektif (Obyektive Test)
1)      Tes Benar Salah (True False Test)
2)      Tes Menjodohkan (Matching Test)
3)      Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
4)      Tes Melengkapi (Completion Test)
5)      Tes Jawaban Singkat (Short Answer Test)
Disamping klasifikasi jenis tes tersebut di atas, masih banyak lagi jenis pembagian lainnya dari sisi lainnya. Sebagai contoh, bila ditinjau dari penggunaan teknologi tes, tes juga bisa dibedakan tes yang dikerjakan dan atau diolah secara computer (Computerized test). Di sisi lain, bila ditinjau klasifikasi tes prestasi juga bisa dibedakan atas tes yang bisa memberikan jawaban (supply-type item), yang meliputi essay-extended response, essay restricted response, short answer completion, dan tes yang memilih jawaban, yang meliputi true false, matching dan multiple choice. Dari sisi sifat dan keluasan sasaran, juga ada bermacam-macam tes, antara lain tesbattery (battery test) dan tes adaptif (adaptive test).


D.  Perbandingan antara tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif
1.      Ditinjau dari fungsinya
1)   Tes diagnostik
a.       Menentukan apakah bahan prasarat telah dikuasai atau belum.
b.    Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
c.    Memisah-misahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.
d.   Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menemtukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.
2)   Tes formatif
Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.
3)   Tes sumatif
Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok.
2.      Ditinjau dari waktu
1)   Tes diagnostik
a.        Pada waktu penyaringan calon siswa
b.        Pada watu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran.
c.         Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan bantuan kepada siswa.
2)   Tes formatif
Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3)   Tes sumatif
Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan.
3.        Ditinjau dari berat penilaian
1)   Tes diagnostik
a.          Tingkah laku kognitif, afektif, psikomotor.
b.        Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.
2)   Tes formatif
Menekankan pada tingkah laku kognitif.
3)   Tes sumatif
Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif, tetapi ada kalanya pada tingkah laku psikomotor dan kadang-kadang pada afektif. Akan tetapi walaupun menekankan pada tingkah laku kognitif, yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekadar ingatan atau hafalan saja).
4.        Ditinjau dari alat evaluasi
1)   Tes diagnostik
a.          Tes prestasi belajar yang sudah distandardisasikan.
b.        Tes diagnostik yang sudah distandardisasikan.
c.         Tes buatan guru.
d.        Pengamatan dan daftar cocok (check list).
2)   Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.
3)   Tes sumatif
Tes ujian akhir.
5.        Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi
1)   Tes diagnostik
a.          Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat.
b.        Memilih tujuan stiap program pelajaran secara berimbang.
c.         Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental, dan perasaan.
2)   Tes formatif
Mengukur semua tujuan instruksional khusus.
3)   Tes sumatif
Mungukur tujuan instruksional umum.
6.        Ditinjau dari tingkat kesulitan tes
1)   Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran) 0,65 atau lebih.
2)   Tes formatif
Belum dapat ditentukan.
3)   Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. Ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.
7.        Ditinjau dari skoring (cara menyekor)
1)   Tes diagnostik
Menggunakan standar mutlak dan standar relatif (criterion referenced and normreferenced).
2)   Tes formatif
Menggunakan standar mutlak (criterion referenced).
3)   Tes sumatif
Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm referenced), tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion referenced).
8.        Ditinjau dari tingkat pencapaian
        Yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai siswa dalam setiap tes. Tingkat pencapaian ini tidaklah sama. Tinggi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaian tergantung dari fungsi dan tujuan masing-masing tes.
1)   Tes diagnostik
       Berhubung ada bermacam-macam tes diagnostik maka tingkat pencapaian yang dituntut juga tidak sama. Untuk tes diagnostik yang sifatnya memonitor kemajuan, tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi

tentang keberhasilannya. Tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostik.
Tes prasyarat adalah tes diagnostik yang sifatnya khusus. Fungsinya adalah untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat yang sangat penting untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya. Untuk ini maka tingkat penguasaannya dituntut 100%.
2)   Tes formatif
Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus.
3)   Tes sumatif
Sesuai dengan fungsi tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Namun demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting. Perlu diingat bahwa tes sumatif ini dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya tetapi secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.
9.        Ditinjau dari cara pencatatan hasil
1)   Tes diagnostik
Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil.
2)   Tes formatif
Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.
3)   Tes sumatif
Keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.

E.  Penggunaan Tes dalam Pengambilan Keputusan
Tes sebagai salah satu alat pengukuran dipergunakan karena berbagai macam alasan dan nilai tes dapat dipakai sebagai dasar informasi bagi beraneka macam keputusan. Macamnya keputusan yang dapat diambil berdasarkan informasi dari nilai tes antara lain:
1)      Keputusan untuk pemilihan/seleksi
2)      Keputusan untuk penempatan
3)      Keputusan untuk menggolong-golongkan
4)      Keputusan untuk pemberian bimbingan dari penyukuhan
5)      Keputusan untuk mendiagnosis dalam pendidikan dan melakukan remedasi
6)      Keputusan untuk peningkatan program dan pelaksanaan evaluasi
Di bawah ini akan diberi uraian secara singkat mengenai tiap macam keputusan di atas.
Keputusan untuk pemilihan seleksi. Suatu perguruan tinggi atau suatu perusahaan seringkali memutuskan untuk menerima bebrapa calon mahasiswa/pegawai dan menolak beberapa lainnya. Biasanya suatu tes dipakai sebagai dasar untuk penerimaan dan penolakan tersebut. Bila suatu tes dipakai sebagai dasar maka merupakan suatu keharusan bahwa nilai tes tersebut mempunyai hubungan dengan keberhasilan program atau tugas yang akan dilaksanakan oleh calon yang terpilih tersebut. Bila ternyata tes itu tidak dapat membedakan antara calon yang mungkin berhasil dan calon yang mungkin tidak berhasil, maka tes tersebut harus direvisi atau diganti. Penggunaan tes yang tidak baik dapat pada gambar dibawah ini. Beberapa calon akan berhasil seandainya mereka tidak ditolak, dan beberapa lainnya diterima akan tetapi ternyata mereka tidak berhasil. Dari sini dapat dilihat bahwa suatu tes dapat dievaluasi berdasarkan pada akibat dari keputusan yang dibuat yang berasal dari nilai tes tadi.
Keputusan untuk penempatan. Memilih calon pegawai untuk suatu peruahaan atau memilih calon mahasiswa untuk satu perguruan tinggi berlainan dengan memilih siswa dalam suatu sekolah untuk penempatan. Dalam hal ini yang pertama berarti bahwa terdapat kemungkinan untuk menolak calon dan perusahaan atau perguruan tinggi tersebut tidak menghiraukan akan apa jadinya calon yang ditolak tersebut. Dalam hal ini yang kedua tidak terjadi penolakan, yang terjadi adalah pemilihan siapa-siapa ditempatkan dikelas yang paling unggul, siapa-siapa dikelas yang kurang unggul, siapa-siapa dikelas yang biasa dan seterusnya; semua siswa memperoleh tempat. Kepuusan yang diambil sekolah untuk menempatkan siswa ke bagian-bagian yang sesuai disebut keputusan untuk penempatan. Ciri-ciri dari keputusan semacam ini ialah bahwa siswa ditempetkan pada berbagai kelompok yang setara dan memperoleh pengajaran yang sama; tak ada yang ditolak.
Kriteri yang dipakai untuk kesahian tes yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk penempatan berlainan dengan kriteria yang dipakai untuk kesahihan tes yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memilih/seleksi.
Keputusan untuk menggolongkan. Ada keputusan yang mengelompokkan orang dalam kategori tertentu. Misalnya dalam bidang pendidikan luar biasa anak-anak cacad digolongkan dalam kelompok yang “tuli”; kelompok yang “tuli dan bisu”; kelompom yang “buta”; kelompok yang “tuli dan buta” dan sebagainya. Keputusan yang diambil untuk mengelompokkan anak-anak itu disebut keputusan untuk menggolongkan.
Dapat saja mengkonseptualisasi penggolongan sebagai istilah yang umum yang menganggap pemilihan/seleksi dan penempatan sebagai kasus yang khusus. Penggolongan u=ialah menempatkan orang-orang keberbagai kategori, perkerjaan atau program. Bila penggolongan ini berupa tingkatan yang teratur dari program atau pekerjaan yang sama; maka penggolongan ini disebut penempatan. Bila salah satu kategori di mana orang digolonhkan ialah “penolakan, maka proses itu disebut pemilihan/seleksi. Ketiga mavam keputusan di atas dalam buku ini dianggap terpisah. Penggolangan ialah proses yang mengelompokkan orang dalam golongan yang tidak teratur, penmpatan ialah proses di mana penggolongan berupa tingkatan pengajaran atau perlakuan, dan pemilihan/seleksi ialah proses di mana orang dapat dikelompokkam dala  ketegori “ditolak”.
Keputusan untuk pemberian bimbingan dan penyuluhan. Tes yang dipakai sebagai dasar untuk memutuskan aakan pemberian bimbingan dan penyuluhan biasanya tidak terdiri dari tes tunggal saja akan tetapi terdiri dari satu seri tes, termasuk di dalamnya tes minat berbagai tes kemampuan, kuesioner kepribadian, dan tes prestasi. Informasi yang diperoleh dari hasil tes tersebut bersama-sama dengan data latar belakang dibahas dengan si siswa pada waktu pertemuan untuk bimbingan dan penyuluhan.
Keputusan untuk pemberian bimbingan dan penyuluhan dianggap keputusan individu sebagai lawan dari keputusan institusional.suatu institute dapat memberlakukan keputusan yang sudah diambilnya untuk beberapa orang dalam kondisi yang pada prinsipnya sama. Dengan demikian institute itu melihat pada kebenaran keputusan yang diambilnya secara global. Misalnya, suatu perguruan tinggi hanya menerima calom mahasiswa yang memperoleh nilai yang tinggi-tinggi saja pada ujian masuk agar supaya terjamin keberhasilannya dikemudian hari. Walaupun beberapa yang terpilih itu ada yang gagal akan tetapi pada umunya keputusan yang diambil perguruan tinggi itu lebih tepatnya dari pda salahnya. Dipandang dari sudut perguruan tinggi, mempertahankan tingkat keberhasilan adalah kriteria pengambilan keputusan yang benar.
Keputusan untuk mendiagnosis dalam pendidikan dan melakukan remidiasi. Terdapat kemungkinan beberapa siswa memerlukan bantuan khusus dalam pelajaran yang nereka hadapi. Untuk mengetahui siswa mana dan kesulitan apa yang dihadapi perlu ada tes yang disebut tes diagnostic. Bedasarkan pada hasil tes diagnostic ini diambilah keputusan untuk mendiagnosis, umpamanya: kegiatan belajar apa yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan tiap siswa yang sekaligus dapat meningkatkan kesempatan siswa semaksimal mungkin agar suoaya dapat mencapai tujuan. Mendiagnosis berarti menguraikan isi dan ciri-ciri pengajaran yang harus diterima oleh siswa.
Sampai sejauh ini perkembangan tes diagnostic hanya bertujuan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: keterampilan prasyarat (prerequisite) apa yang kuat dan apa yang lemah yang dimiliki oleh siswa? Informasi apakah yang salah penyampaiannya hingga merupakan gangguan lagi performance siswa sehubungan dengan belajar keterampilan dan penyerapan isi pelajaran?
Agar dapat mempunyai fungsi diagnostic maka tes itu harus berisi banyak pertanyaan yang mencakup tiap domin performance. Misalnya, untuk mengambil kesimpulan bahwa seorang siswa mengetahui atau tidak mengetahui bagaimana menjumlahkan fakta agar dapat mengikuti pelajaran yang berikutnya diperlukan lebih dari satu atau dua butir tes.
Jenis lain yang termasuk dalam keputusan untuk mendiagnosis ialah penilaian guru terhadap siswa yang dianggap oleh guru “dalam keadaan sedikit terganggu”. Kalau seorang gur menjumpai siswa yang demikian maka ia dapat meminta pertolongan pada bagian pelayanan mahasiswa atau pendidikan luar biasa untuk membantu siswa tersebut karena ia tidak dapat mengikuti kelas. Keputusan diagnostik semacam in dapat dibuat sesudah menilai siswa itu dalam jangka waktu tertentu.
Para ahli yang mendiagnosis keadaan siswa memakai situasi tes untuk mengumpulkan informasi tentang beberapa aspek dari performance siswa termasuk cara mereka bekerja, bobot dari jawaban mereka, dan pola nilai tes (Cronbach, 1970).
Keputusan untuk peningkatan program dan plaksanaan evaluasi. Tes yang dipakai untuk pelaksanaan evaluasi atau peningkatan program tidak usah diterapkan pada setiap siswa, dan semua siswa tidak usah mengerjakan butir tes yang sama. Apa yang ingin diketahui adalah informasi mengenai program pengajaran, dengan demikian masing-masing siswa tak usah dibandingkan satu sama lain. Teknik untuk memberi butir tes yang berbeda pada siswa yang berbeda disebut cuplikan butir (item sampling) atau cuplikan matriks (matrix sampling) (Lord dan Novick, 1968; Sirotnik, 1970)
Akan sangat menolong bila pada waktu pelaksanaan evaluasi program dapat diperoleh pengukuran dari proses pengajaran maupun hasil pengajaran (yaitu prestasi siswa).
Di bawah ini adalah uraian W. James Popham tentang bagaimana ia menggunakan cuplikan butir untuk mengevaluasi penyajian dikelas yang menggunakan slide.
“Bila ingin mengevaluasi eketivitas program pengajaran yang memakai tape-slide yang masing-masing berlangsung 30 menit berdasarkan prates-purtes dianjurkan untuk membuat beberapa tes acuan patokan yang masing-masing terdiri dari 10-20 butir dengan ketentuan satu program satu tes. Tiap butir tes dicetak di atas kertas berukuran 3 x 5 inci. Setalah katu itu dicocok maka dibagikan satu per satu pada 150-200 siswa yang mendaftar tes itu harus berlangsung 30 detik. Setelah semua data terkumpul ternyata data tersebut dapat memberi gambaran bagaimana unjuk kerja (perfoemance) seluruh kelas sebelum dan sesudah program pengajaran. Untuk tiap butir dari program dapat dikumpulkan 10-20 jawaban secara individual. Hal ini cukup memberikan fakta tentang bagaimana seluruh kelas itu dapat mengejkan butir tersebut.” (W. James Popham, 1975).

F.   Tujuan Tes
Suatu tes adalah suatu pengukuran baku tentang secuplik tingkah laku. Bila kita dapat mendiagnosis kemantapan emosional seorang pasien, atau menilai kemampuan berikut seseorang pada saat ini, atau menggolongkan orang sebagai orang yang perlu berprestasi lebih tinggi, maka kita telah mencatat dan mengobservasi tingkah laku yang memang menjadi perhatian kita. Bahwa kita telah menilai seseorang berate harus dilanjutkan dengan suatu tindakan. Misalnya, suatu diagnosis bahwa orang itu menderita gangguan emosional berarti bahwa dia harus memperoleh suatu perlakuan (treatment) tertentu. Mengetahui bahwa seorang siswa memiliki pengetahuan yang dalam tentang kalkulus menyebabkan kita memberinya nasehat agar supaya melanjutkan studinya untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang fisika atau matematika. Bila terdapat seorang pegawai yang perlu ditingkatkan prestasinya maka padanya dapat diupayakan untuk diberinya reinforcement. Pada dasarnya kita memerlukan suatu gambaran dari tingkahlaku orang-orang pada saat ini. Kita berminat pada keadaan mereka pada saat ini. Dalam daya upaya kita sebagai reaksi terhadap tingkah laku tadi tersirat prediksi atau ramalam. Diagnosis tadi mengatakan bahwa orang itu dapat berbuat sesuatu dan bahwa ia membutuhkan suatu perlakuan (treatment). Seorang yang didiagnosis bahwa ia mempunyai masalah emosional mungkin akan memperoleh therapy atau semacam itu. Dengan demikian dasara dari tujuan tes itu ialah sampai seberapa jauh keterandalan kita dalam mengukur tingkah laku tersebut. Yang kita kehendaki ialah gambaran yang sahi dan terandalkan dari responden
Pada ramalan sementara (temporal prediction) penekananya ialah pada prediksi langsung tentang tingkah laku pada saat ini atau dalam waktu yang lampau. Dengan kata lain suatu tes yang dipakai untuk menerima pegawai baru berarti dipakai untuk memilih yang diterima dan yang ditolak. Dasar dari ramalan sementara ialah pada penggunaan system pemilihan.
Penekanan pada diagnosis berarti penekanan pada keterandalan dan keajengan internal dari alat pengukuran yang mungkin akan menghalangi kesahihan prediktif (predictive validity) dari alat tersebut.
 DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nisap, A.2012. Bakat, Kemampuan Intelegensi, dan Keberbakatan (http://www.academia.edu/7191259/Psikologi_pendidikan_individu) diakses 16 februari 2016.

Rusli, R.S. 1988. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan. Jakarta: DEBDIKBUD

Wiyono, B.B. 2009. Evaluasi Program Pendidikan Dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.