A. KONSEP DASAR KURIKULUM
1.
Pengertian
Kurikulum
Kata
kurikulum berasal dari bahasa latin “Curere” (kata kerja) yang kata bendanya
“curriculum” mengandung makna: 1) tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh
pelari kereta lomba, 2) lari cepat, pacuan, balapan kereta, berkuda, 3)
perjalanan, satu kali perjalanan tanpa berhenti, 4) peredaran di cakrawala (misalnya
bintang, matahari, bulan), 5) satu peredaran pada pertandingan/perlombaan, 6)
peredaran waktu, 7) kereta perlombaan, 8) gelanggang perlombaan, dan 9) jalan
kehidupan.
Makna
semantik kurikulum dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1) pengertian tradisional,
2) pengertian modern, dan 3) pengertian masa kini (up to date).
a. Pengertian
Tradisional Kurikulum
Mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah atau bidang studi. Pengertian ini sejalan dengan
pengertian di Webster’s New Word
Dictionary yang menyatakan bahwa kurikulum yang artinya adalah semua bidang
studi yang diberikan di dalam lembaga pendidikan.
b. Pengertian
Modern Kurikulum
Menurut Spears (1975)
menyatakan bahwa kurikulum adalah semua pengalaman aktual yang dimiliki siswa
di bawah pengarahan sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari
program kurikulum secara keseluruhan.
Pengertian lain menurut Ragan 1958 bahwa
kurikulum adalah semua pengalaman murid di bawah tanggungjawab sekolah.
Bahkan Saylor dan
Alexander (1958) menyatakan bahwa, jadi kurikulum adalah keseluruhan usaha
sekolah untuk memengaruhi belajar anak berlangsung di dalam kelas, di kampus
sekolah, maupun di luar sekolah.
c. Pengertian
Masa Kini Kurikulum
Menurut Lee dan Lee
(1940) menyatakan bahwa kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk
mengadaptasikan pewarisan kultural untuk mencapai tujuan sekolah. Ragan (1958)
mendefinisikan kurikulum adalah lingkungan belajar yang dirancang untuk
mengembangkan minat dan kemampuan anak agar dapat berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat dan bangsa.
2.
Bentuk-Bentuk
Kurikulum
a. Subject
Matter/Subject Centered Curriculum
Yaitu
kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah. Materi yang
dipelajari oleh siswa telah disusun secara logis oleh para ahli bidang studi.
Keuntungan:
1) Mata
pelajaran terdiri atas pengetahuan yang telah disusun secara logis dan
sistematis
2) Mata
pelajaran dianggap sebagai alat yang sesuai untuk mengembangkan intelektual
seseorang
3) Sejalan
dengan konsep-konsep yang telah ditata sesuai dengan proses pendidikan
4) Sebagai
pewarisan pengetahuan yang telah berabad-abad dikembangkan sehingga kita
menghargai pendahulu kita
5) Penyusunannya
mudah dilaksanakan
Kelemahan:
1) Belum
tentu sesuai dengan latar belakang kehidupan anak, sehingga anak-anak sering
menghapal tanpa pengertian
2) Terlalu
mementingkan perkembangan intelektual, mengabaikan perkembangan sosial,
emosional, dan pendidikan watak
3) Karena
mata pelajaran terpisah-pisah, kurang memberikan bekal pemecahan masalah kehidupan
secara integratif
4) Kurang
memerhatikan fungsionalnya dalam kehidupan, sehingga anak-anak kurang terlatih
untuk menghadapi masalah kehidupan yang sebenarnya
b. Broad
Field/Fused/Correlated Curriculum
Yaitu
kurikulum yang disusun dengan mengkorelasikan atau menggabungkan sejumlah
matapelajaran dalam satu kesatuan. Dengan demikian terjadi perkawinan antar
matapelajaran sejenis. Contohnya adalah: IPA, IPS, Matematika, Bahasa
Indonesia, dan kesenian.
Keuntungan:
1) Dimungkinkan
adanya pemberian pengertian yang lebih kaya dengan adanya kaitan antar
matapelajaran
2) Lebih
menarik bagi anak
3) Anak
mulai dapat memanfaatkan kesatuan matapelajaran untuk meninjau berbagai
persoalan hidup
Kelemahan:
1) Kurang
memberikan disiplin tinjauan spesialisasi matapelajaran
2) Kurang
memberikan pengetahuan mendalam pada masing-masing matapelajaran
3) Sering
melampau abstrak, karena hanya memberikan prinsip-prinsip dasar dan tema-tema
tertentu
c. Integrated
curriculum
Yaitu
kurikulum yang diorganisasikan dalam bentuk unit-unit tanpa harus ada
matapelajaran atau bidang studi. Pembelajaran dilaksanakan dengan “unit
teaching” dan materinya menggunakan “unit lesson”. Pelajaran disusun bersama
guru dan murid, mengandung suatu masalah yang luas, menggunakan metode “problem
solving”, sesuai dengan minat dan perkembangan anak.
Keuntungan:
1) Didasarkan
atas pengalaman dan minat anak
2) Menggunakan
beragam kegiatan untuk memecahkan masalah
3) Guru
dan murid bersama-sama merencanakan
4) Integrasi
semua matapelajaran
5) Memberikan
pengalaman langsung kepada anak
6) Pelajaran
sesuai dengan kehidupan anak
7) Memperhatikan
perbedaan individual anak
8) Mengembangkan
keterampilan-keterampilan fungsional
9) Menggunakan
lingkungan sebagai sumber pelajaran
10) Banyak
memberikan keterampilan sosial
11) Menggunakan
psikologi Gestalt dalam pembelajaran
Kelemahan:
1) Kurang
mempersiapkan anak mengikuti ujian tradisional selama ini
2) Memerlukan
fasilitas pembelajaran yang belum dimiliki oleh sekolah
3) Tidak
memberikan pengetahuan yang logis dan sistematis
4) Memberatkan
tugas guru
5) Lebih
mengutamakan proses daripada materi
6) Manajemen
pembelajarannya sangat sulit
d. Core
curriculum
Yaitu
kurikulum inti yang diberikan kepada semua murid untuk mencapai keseluruhan
program kurikulum secara utuh. Contoh di Indonesia adalah: Agama dan PPKN. Core
curriculum ini diikuti oleh semua jenis dan jenjang pendidikan tanpa kecuali.
B. OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah
merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Thoha,
1998). Azas desentralisasi yang dirancang dalam perundangan tentang pemerintah
daerah baru mencakup: (1) pengakuan wewenang pemerintah yang luas terhadap
daerah otonom oleh Pemerintah Pusat, kecuali wewenang dalam bidang yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat, seperti moneter, hubungan luar negeri, peradilan
dan hankam, (2) proses pembentukan daerah otonom berdasarkan azas
desentralisasi, atau pengakuan daerah otonom yang dibentuk berdasarkan
perundang-undangan sebelumnya.
Kewenangan daerah
kabupaten dan daerah kota mencakup pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan,
koperasi dan tenaga kerja. Dengan demikian bidang pendidikan dan kebudayaan
termasuk dalam kewenangan daerah kabupaten/kota untuk dikembangkan sesuai
dengan kebijakan nasional yang telah ada.
Berdasarkan paparan
tersebut dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah yang dimaksud adalah kewenangan
pemerintah dalam mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan
mengembangkannya sesuai dengan cakupan bidangnya.
Tujuan otonomi daerah adalah antara lain
mencakup:
1. Memberikan
kesempatan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah otonom secara
proporsional untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya
2. Untuk
memberikan kewenangan kepada daerah otonom dalam mengelola sumber daya nasional
yang tersedia demi kepentingan masyarakat di wilayahnya
3. Untuk
meningkatkan kemajuan daerah otonom sesuai dengan sumber daya yang tersedia di
wilayahnya
4. Untuk
meningkatkan daya saing antar daerah otonom sesuai dalam mencapai kemajuan
wilayahnya
5. Meningkatkan
kemandirian daerah otonom dalam mengelola pemerintahan dan mengelola sumber
daya yang tersedia
Berangkat
dari penjelasan tersebut, maka sudah seharusnya, bahwa dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah dalam artian yang sebenarnya dan dalam rangka
menjawab tantangan permasalahan di masa kini dan masa mendatang diperlukan: (1)
Pemerintah kabupaten dan kota yang mampu mengakomodasikan aspirasi masyarakat
dalam setiap pengambilan keputusan politik maupun pembangunan, (2) Birokrasi
pemerintah kabupaten dan kota yang berorientasi pada sistem pemerintahan yang
bersih dan baik (clean and good
governance) yang saat ini menjadi tuntutan masyarakat pada era reformasi.
Di
Indonesia, otonomi seolah menjadi kata kunci yang sudah lama diperjuangkan dan
benar-benar diakomodasi seiring bergulingnya proses reformasi. Otonomi daerah
dinilai sebagai pilihan strategis dalam kerangka pemantapan ketahanan nasional,
peningkatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, serta mengakomodasi muatan-muatan
lokal khas yang berkembang di daerah yang sebelumnya banyak diabaikan.
C. PERLUNYA KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI
GBHN
1999 menjelaskan perlunya diversifikasi kurikulum yang dapat melayani
keanekaragaman kemampuan sumber daya manusia (SDM), kemampuan siswa, sarana
pembelajaran, dan budaya di daerah. Kurikulum berbasis kompetensi disusun untuk
meningkatkan mutu pendidikan secara nasional, global, dan lokal. Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk merespon kemajuan yang berlandaskan hak azasi
manusia, kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi daerah demi
kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Mutu
lulusan pendidikan tidak cukup diukur dengan standar mutu lokal, tetapi harus
dikembangkan standar mutu nasional dan internasional sehingga memiliki daya
saing yang tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan basis kompetensi tingkat tinggi
dalam pendidikan untuk mencapai mutu lulusan yang tinggi pula. Agar lulusan
pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai dengan
standar mutu nasional dan internasional, kurikulum dikembangkan dengan
pendekatan berbasis kompetensi. Cara yang ditempuh adalah standar mutu
pendidikan dan kurikulum yang berdiversifikasi (penganekaragaman). Kurikulum
berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, penguasaan akademik,
pengembangan kepribadian yang kuat dan berakhlaq mulia.
D. MENGEMBANGKAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI (KBK)
Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi sangat membutuhkan kemampuan sekolah terutama
guru-guru untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar, sehingga
siswa dapat menerapkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Di sinilah
diperlukan pengembangan keterampilan hidup yang integral dalam kurikulum di
sekolah. Keterampilan hidup itu mencakup keterampilan berkomunikasi, berkreasi,
memecahkan masalah, mengambil keputusan, menghargai orang lain, kemandirian,
keterampilan menyampaikan dan merealisasikan ide, menganalisis dan mensintesis,
dan keterampilan mengerjakan sesuatu.
Kurikulum
berbasis kompetensi memberikan peluang kepada sekolah untuk mengembangkannya.
Skilbeck (1988) mengemukakan beberapa pertanyaan ketika sekolah akan
mengembangkan kurikulum:
1.
Sudahkah sekolah memiliki tujuan yang telah
disepakati bersama ?
2.
Sudahkah sekolah menerima pemilahan
matapelajaran ?
3.
Apakah kita mempunyai pandangan yang
sama bahwa pengetahuan yang dikaji siswa sesuai dengan level usia terbaiknya ?
4.
Apakah metode mengajar telah
memperhitungkan proses belajar siswa ?
5.
Apakah kita dapat menjamin bahwa semua
siswa memperoleh ketrampilan dasar dan ketrampilan-ketrampilan esensial ?
6.
Apakah kita telah mengembangkan
sikap-sikap yang dikehendaki ?
7.
Apakah kita dapat menjamin bahwa semua
siswa diberi pengalaman yang memadai ?
Pertanyaan-pertanyaan
ini dapat dijawab dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Dengan demikian
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menjadi panduan bagi para penyusun
kurikulum di daerah, termasuk bagi pengembang kurikulum di sekolah. Dalam
pelaksanaannya, kurikulum berbasis kompetensi dapat menggunakan paket-paket
belajar atau modul, dapat pula menggunakan sumber belajar lain berupa buku-buku
sumber dengan dilengkapi lembar-lembar tugas atau lembar kegiatan.
Metode
mengajar dan atau metode pembelajaran dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan
yang harus dikuasai oleh siswa. Variasi metode pembelajaran ini bergantung pada
penguasaan guru terhadap materi pembelajaran dan kemampuan yang akan
dikembangkan pada diri siswa dan tujuan yang akan dicapai pada bidang studi
tertentu. Sebagai contoh, pengenalan terhadap pengetahuan bahwa air akan
menempati posisi yang lebih rendah dan akan memiliki permukaan yang merata pada
bejana berhubungan akan lebih tepat digunakan metode demonstrasi daripada
dengan ceramah.
Hal-hal
praktis yang harus dipersiapkan oleh sekolah menghadapi kurikulum berbasis
kompetensi yang akan dilaksanakan adalah:
1.
Memahami buku kurikulum berbasis
kompetensi yang telah dipersiapkan oleh pemerintah pusat.
2.
Bekerjasama dengan orangtua siswa dan stakeholders
lainnya dalam merancang kurikulum.
3.
Mengenal latar belakang diberlakukannya
kurikulum berbasis kompetensi di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
4.
Memahami prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi.
5.
Memahami Visi dan Misi tiap jenjang
pendidikan sebagai dasar penyusunan visi dan misi sekolah masing-masing. Jika
di daerah tertentu memberikan titik tekan pada basis agraris dan maritim
didukung sektor industri, perdagangan, kepariwisataan dan koperasi, maka
penetapan visi dan misi sekolah merupakan penjabaran dari visi dan misi
pembangunan di wilayah tertentu itu.
6.
Memahami kompetensi tamatan
masing-masing jenis sekolah sebagai dasar penyusunan kompetensi tiap bidang
studi.
7.
Mengenal struktur program kurikulum pada
tiap jenjang persekolahan.
8.
Memahami faktor-faktor pendukung
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
9.
Memahami penilaian yang diterapkan
dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Pada
setiap matapelajaran yang dikembangkan berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi, disusun rasional, pengertian, fungsi dan tujuan, kompetensi umum,
materi pokok, pendekatan dan
pengorganisasian materi, dan rambu-rambu untuk menyusun materi pembelajaran.
Sekolah tinggal mempelajarinya sebelum melangkah untuk menerapkannya.
Pada
rancangan kurikulum berbasis kompetensi telah dirumuskan kompetensi dasar,
materi pokok (yang pada kurikulum lama tertuang di GBPP), dan indikator
pencapaian hasi belajar. Kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator
pencapaian hasil belajar ini disusun secara rinci untuk tiap Cawu. Jika ide
Dirjen Dikdasmen tentang sistem semester diterapkan, maka pemilahan materi per
cawu ini harus disesuaikan dengan sistem semesteran. Pada Buku Kurikulum
Berbasis Kompetensi tentang Kebijaksanaan Umum Bab 6 Butir D tentang Kalender
Pendidikan disebutkan bahwa hari efektif sekolah sebanyak 204 hari per tahun
yang dapat dibagi ke dalam kelompok semester pada jenjang pendidikan menengah
dan catur wulan pada jenjang pendidikan dasar. Dengan demikian untuk SMU akan
mengikuti sistem semester.
Dengan
kurikulum berbasis kompetensi yang akan diterapkan diseluruh Indonesia ini,
maka ada beberapa keleluasaan sekolah dan guru dalam hal:
1.
Mengembangkan materi pokok dari berbagai
sumber belajar, termasuk buku-buku yang digunakan sebagai materi pembelajaran.
2.
Mengembangkan metode pembelajaran sesuai
dengan karakteristik kompetensi dasar dan materi pokok.
3.
Memilih alat pembelajaran yang relevan
dengan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa.
4.
Menyeleksi dan melakukan evaluasi proses
dan hasil belajar siswa berdasarkan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh
siswa. Penilaian dapat dilakukan dalam bentuk ulangan harian (penguasaan
kompetensi dasar berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tertentu), ulangan
akhir program (tiap cawu atau akhir semester), dan atau akhir tahun.
5.
Merancang dan melakukan pembelajaran
remidi bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan program pengayaan bagi
siswa yang cemerlang.
Di
samping itu akan diadakan penilaian proses dan hasil secara berkala untuk
melihat tahap-tahap pencapaian unggulan yang memuaskan dalam bentuk
“BENCHMARKING”. Ukuran keunggulan ini dapat ditentukan oleh sekolah, daerah,
dan nasional.
Penilaian
kurikulum dilakukan secara berkala dan kontinyu oleh Pusat dan Daerah.
Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan
tujuan pendidikan nasional dan kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan yang
terjadi di masyarakat.
E. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KBK
MUATAN LOKAL
Kurikulum muatan lokal ini diwadahi dengan ketentuan
bahwa daerah/sekolah dapat menambah matapelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan dengan porsi maksimal 4 jam
pelajaran per minggu. Untuk menyusun KBK muatan lokal ini dapat ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Melakukan survey pendahuluan dengan
sasaran orang tua siswa, warga sekolah, siswa, dan stakeholders lainnya
(misalnya Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Balai
Diklat Perikanan, Pengusaha, Bank, Lurah, Camat, Bupati, Kepolisian, Dinas
Kesehatan, LSM, Koperasi, Dinas Pariwisata, dan lainnya) tentang akan
dilaksanakan kurikulum muatan lokal berbasis kompetensi di sekolah.
2.
Merumuskan Visi dan Misi Sekolah yang
mewadahi kebutuhan dan potensi daerah.
3.
Merumuskan tujuan sekolah sesuai dengan
kebutuhan dan potensi daerah.
4.
Merumuskan sasaran yang jelas, dapat
diukur, praktis, dan spesifik dengan kriteria dan indikator yang rinci.
5.
Melakukan evaluasi diri dengan analisis
SWOT untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sekolah.
6.
Mengidentifikasi kebutuhan daerah untuk
dijadikan dasar penyusunan kurikulum sesuai dengan visi dan misi, tujuan,
sasaran, dan hasil survey serta hasil evaluasi diri. Misalnya di daerah
Banyuwangi memerlukan kemampuan atau kompetensi di bidang penangkapan ikan di
laut, budi daya ikan, dan pengolahan hasil perikanan, dan pemasaran hasil
produksi perikanan. Keempat bidang ini menjadi dasar perumusan kompetensi dasar
yang diperlukan untuk dikuasai oleh siswa.
7.
Merumuskan kompetensi dasar sesuai
dengan bidang-bidang kebutuhan yang telah ditemukan sesuai dengan potensi
daerah.
8.
Menentukan materi pokok sesuai dengan
kompetensi dasar yang telah dirumuskan.
9.
Menentukan indikator pencapaian hasil
belajar untuk setiap materi pokok yang telah ditentukan.
10.
Penjabaran materi belajar secara lebih
rinci, misalnya dalam bentuk buku, modul, atau paket-paket belajar.
11.
Merancang strategi pembelajaran yang di
dalamnya memuat perencanaan, pelaksanaan (di dalamnya memuat metode belajar dan
metode mengajar, pengelolaan kelas, dan praktek-praktek belajar siswa), dan
evaluasi proses dan hasil belajar siswa.
Jika
kesebelas langkah ini telah diterapkan, maka tersusunlah kurikulum muatan lokal
yang berbasis kompetensi. Format yang dapat membantu dalam pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi di sekolah seperti tertuang di bagian akhir bab
ini.
Perangkat
lainnya yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana peranan Bimbingan dan
Konseling untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar agar mencapai
ketuntasan penguasaan kemampuan yang maksimal, peranan kepemimpinan kepala
sekolah yang tangguh, manajemen sekolah yang profesional, sarana-prasarana yang
memadai, dana yang cukup untuk menopang pelaksanaan kurikulum muatan lokal, dan
peningkatan partisipasi orangtua siswa dan masyarakat dalam merealisasikan
program ini. Salah satu prinsip pendidikan yang suka dilupakan dalam
aplikasinya adalah pelibatan siswa dalam merencanakan dan melaksanakan proses
belajarnya.
DAFTAR
RUJUKAN
Soetopo, H. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah & Kurikulum Berbasis Kompetensi: Bunga
Rampai Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Malang: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.