Rabu, 10 Februari 2016

Makalah Klasifikasi dan Katalogisasi


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Klasifikasi dan Katalogisasi
Klasifikasi, menurut Sulistyo-Basuki dalam Prastowo (2012: 171) berasal dari kata Latin “classis”, yang maknaknya adalah proses pengelompokan. Artinya, mengumpulkan benda atau entitas yang sama dan memisahkan benda atau entitas yang tidak sama. Dalam pandangan lain, Ibrahim Bafadal dalam Prastowo (2012:171) mengemukakan bahwa klasifikasi adalah berasal dari kata “classification” (bahasa inggris). Kata tersebut berasal dari kata “to classify”, yang berarti menggolongkan dan menempatkan benda-benda yang sama di suatu tempat.
Kegiatan mental yang muncul pertama kali adalah memilih barang. Adapun dasar yang dipergunakan adalah kesamaan dan ketidaksamaan. Dengan kata lain, subyek klasifikasi adalah berupa barang-barang, sedangkan dasar pengklasifikasiannya berupa kesamaan dan ketidaksamaan. Dan, barang-barang yang bisa menjadi subyek klasifikasi bisa berupa apa saja yang berada di dalam diri manusia, seperti gagasan, pemikiran, cita-cita, seni, dan apapun yang berada di luar manusia, seperti benda-benda di alam semesta ini.
Dengan demikian, klasifikasi buku adalah suatu proses memilih dan  mengelompokkan buku-buku perpustakaan sekolah atau bahan pustaka lainnya atas dasar aturan tertentu serta diletakkannya secara bersama-sama di suatu tempat. Klasifikasi adalah usaha untuk menyusaun buku-buku dan bahan pustaka lainnya secara sistematis berdasarkan subyek, dalam cara yang paling berguna bagi pemakai pustaka. Dan, secara lebih prinsipil, klasifikasi adalah suatu proses pengelompokan buku-buku serta bahan pustaka lainnya (nonbook materials) berdasarkan suatu sistem tertentu secara sistematis dan logis. Tujuannya adalah untuk membantu para pemakai perpustakaan dalam penelusuran informasi secara cepat, tepat, dan mudah.
Berdasarkan beberapa uraian penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pengertian klasifikasi koleksi perpustakaan sekolah adalah meliputi beberapa unsur. Pertama, suatu proses pemilihan koleksi. Kedua, suatu kegiatan mengelompokkan koleksi. Ketiga, suatu proses yang didasarkan pada aturan atau sistem tertentu yang sistematis dan logis. Keempat, untuk memberi kemudahan bagi pemakai pustaka dalam mengakses koleksi yang dibutuhkan secara cepa,t tepat, dan mudah.
Kata katalogisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perkatalogan; pendaftaran buku; lukisan, dan lain sebagainya. Adapun satu istilah yang sangat terkait dengan istilah katalogisasi adalah katalog. Katalog adalah sebuah kata benda yang artinya daftar buku yang terdapat di perpustakaan atau dalam suatu koleksi. Dari pengertian ini, maka katalog dapat dipahami sebagai suatu daftar yang berisi keterangan-keterangan yang lengkap (komprehensif) dari suatu buku-buku koleksi, dokumen-dokumen, atau bahan-bahan pustaka lainnya.
Sementara iti secara lebih gamblang, Yaya Suhendar dalam Prastowo (2012: 174) menjelaskan bahwa katalog perpustakaan adalah  daftar bahan pustaka, baik berupa buku maupun nonbuku seperti majalah, surat kabar, mikrofilm, slide, dan lain sebagainya, yang dimiliki dan disimpan pada suatu atau sekelompok perpustakaan. Sedangkan, informasi-informasi yang tercantum dalam katalog perpustakaan, yaitu informasi-informasi penting yang dipakai oleh pemakai atau pengunjung perpustakaan  sebagai bahan informasi yang menyangkut fisik bahan pustaka, isi, ataupun informasi-informasi lainnya, seperti judul buku, nama pengarang, edisi, cetakan, kota terbit, penerbit, tahun terbit, subyek bahasan, ISBN, dan lain sebagainya.
Setidaknya, lima kelompok keterangan yang harus tertera pada katalog. Pertama, tajuk entri yang berupa nama keluarga pengarang atau nama utama pengarang (beading). Kedua, judul buku, baik judul utama buku maupun subjudul (title statement). Ketiga, keterangan tentang kota terbit, nama penerbit, dan tahun terbit (imprint). Keempat, keterangan tentang jumlah halaman, ukuran buku, ilustrasi, indeks, tabel, bibliografi, dan apendiks (collation). Kelima, keterangan singkat mengenai seri penerbitan, judul asli, dan pengarang aslinya (jika buku itu adalah terjemahan).
Ibrahim Bafadal dalam Prastowo (2012: 175) menyatakan bahwa katalogisasi koleksi pustaka adalah suatu proses katalog buku-buku perpustakaan sekolah. Jadi, katalogisasi adalah proses pengatalogan koleksi perpustakaan. Dalam pembuatan katalog, para pemakai  perpustakaan akan lebih mudah menemukan bahan yang mereka cari, yaitu dengan membaca informasi tentang pengarang, judul, atau subyeknya. Namun, jika katalogisasi tidak dilakukan dengan benar maka akan menghambat pekerjaan di perpustakaan. Oleh karena itu, katalog harus disusun menurut kaidah-kaidah dan sistem khusus. Katalog dibuat dengan memperhatikan ciri-ciri atau unsur-unsur khusus dari koleksi pustaka. Sehingga, para pemakainya mudah mengenali dan menemukannya. Dengan menggunakan katalog, para pengunjung perpustakaan dapat mengenali koleksi khusus, melihat aspek bibliografi dan kandungan setiap buku, menemukan lokasi raknya, dan mengakses informasi yang relevan.
Dari uraian penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa katalogisasi adalah salah satu bagian  dari proses pengolahan koleksi pustaka. Kegiatan tersebut dilakukan setelah klasifikasi koleksi pustaka selesai, membuat katalog bagi setiap koleksi pustaka yang dimiliki perpustakaan sekolah meruppakan kegiatan inti dalam katalogisasi.

B.       Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Klasifikasi
Menurut Sulistyo Basuki dalam Prastowo (2012: 177), klasifikasi yang diterapkan di perpustakaan memiliki fungsi ganda. Pertama, sebagai penyusunan buku di rak. Kedua, sebagai sarana penyusunan entri bibliografi di dalam katalog tercetak, bibliografi dan indeks dalam tata susunan sistematis. Sementara itu, Wiji Suwarno dalam Prastowo (2012: 177) memandang bahwa klasifikasi berfungsi mempermudah pemakai dalam menelusuri benda-beda yang ingin diperoleh secara cepat dan tepat. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa fungsi klasifikasi sesungguhnya tidak hanya untuk mempermudah siswa dalam menemukan buku atau koleksi pustaka yang dibutuhkan, tetapi juga memudahkan pustakawan untuk mencari, mengembalikan buku di rak, dan pengelolaan pustaka yang lain, serta untuk sistematisasi pengelolaan koleksi pustaka.
Ibrahim Bafadal dalam Prastowo (2012: 178) mengungkapkan bahwa ada enan tujuan mengklasifikasikan buku-buku perpustakaan sekolah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan kemudahan bagi murid-murid dalam mencari buku-buku yang sedang dibutuhkan. Jika mendapati sebagian murid masuk ke perpustakaan untuk mencari koleksi buku yang diingikan, kemudian mereka menemukan bahwa buku-buku di perpustakaan telah diklasifikasikan secara sistematis dan teratur, maka mereka bisa dengan mudah mendapatkan buku yang diinginkan. Kemudahan mengakses kebutuhsn itu akan melahirkan kesenangan yang dapat bermanfaat bagi kecintaan mereka kepada perpustakaan maupun dunia buku.
2.      Memberi kemudahan bagi guru pustakawan dalam mencari buku-buku yang dipesan oleh murid-murid. Sebagian perpustakaan sekolah menggunakan sistem tertutup. Sehingga, ketika siswa membutuhkan buku tertentu, mereka tidak bisa meminjam langsung ke perpustakaan, tetapi melalui jalur pemesanan kepada guru pustakawan. Caranya, siswa mengisi kartu pemesanaan secara lengkap, kemudian diberikan kepada guru pustakawan tersebut. Berdasarkan kartu itulah, guru pustakawan mencari koleksi buku yang dibutuhkan siswa. Apabila buku-buku di perpustakaan sekolah telah diklasifikasikan dengan baik maka guru pustakawan pun lebih mudah dalam memperoleh buku yang dibutuhkan oleh siswa.
3.      Memberi kemudahan bagi guru pustakawan dalam mengembalikan buku pada tempatnya semula,
4.      Memberi kemudahan bagi guru pustakawan mengetahui perimbangan baan pustaka.
5.      Memberi kemudahan bagi guru-guru pustakawan di dalam menyusun suatu daftar bahan-bahan pustaka yang berdasarkan sistem klasifikasi.
Adapun manfaat klasifikasi koleksi pustaka, menurut pendapat Engking Mudyana dan Royani yang dikutip Sinaga dalam Prastowo (2012: 181), ada beberapa hal:
1.      Pustakawan dapat melakukan survei koleksi buku yang dimiliki oleh perpustakaan.
2.      Pustakacan dapat memilih kemungkinan mengembangkan koleksi, mengetahui kelemahan dan kekuatan kelas-kelas tertentu.
3.      Pustakawan selalu diingatkan oleh kekurangan yang harus diisi dan kelebihan yang harus ditingkatkan.
4.      Melalui studi terhadap suatu sistem klasifikasi tertentu, pustakawan akan menemukan cara berfikir yang teratur dan sistematis.
5.      Klasifikasi juga memiliki nilai nyata bagi orang lain di luar perpustakaan. Contohnya, dalam melengkapi fakta-fakta, pembuatan garis-garis besar subyek, dan dalam membantu mengklasifikasikan informasi.
6.      Seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi sering kali mendapatkan garis besar subyek dari bagan klasifikasi.
7.      Dalam bagan kesastraan, ia akan menemukan garis besar gerakan kesastraan di berbagai negara, yang dilengkapi dengan daftar pengarang penting dari setiap bab.
8.      Dalam bagan sejarah, mungkin ditemukan garis besar sejarah suatu negara secara kronologis, lengkap dengan tahun-tahun dan daftar peristiwa tertentu.
9.      Mereka yang mempelajari ilmu perpustakaan akan menemukan tinjauan (review) yang sangat memuaskan.
10.  Mudah membuat bibliografi tentang masalah tertentu.
11.  Mudah mengadakan pameran mengenai masalah tertentu.
C.      Macam-Macam Klasifikasi Pustaka
Wiji Suwarno dalam Prastowo (2012: 185) dalam bukunya Pengetahuan Dasar Kepustakaan, mengemukakan bahwa klasifikasi perpustakaan terbagi dalam dua jenis, yaitu klasifikasi artifisial (artificial classification) dan klasifikasi fundamental (fundamental classification).
1.      Klasifikasi Artifisial
Klasifikasi artificial atau artificial classification adalah klasifikasi bahan pustaka berdasarkan sifat-sifat yang secara kebetulan ada pada bahan pustaka tersebut. Contohnya, bahan pustaka dikelompokkan berdasarkan tinggi buku (ukuran fisik buku).
2.      Klasifikasi Fundamental
Klasifikasi fundamental atau fundamental classification adalahklasifikasi bahan pustaka berdasarkan pada isi atau subyek buku. Maksudnya, sifat yang tetap pada bahan pustaka, meskipun kulitnya berganti atau formatnya diubah. Klasifikasi jenis kedua ini palimg sesuai digunakan pada era sekarang. Sebab, ada beberapa keuntungan ketika kita menggunakan klasifikasi fundamental. Pertama, buku-buku yang sama atau mirip isinya terletak berdekatan. Kedua, memudahkan dalam mengadakan perimbangan koleksi yang dimiliki. Ketiga, memudahkan dalam mengadakan penelusuran terhadap bahan pustaka menurut subyek Keempat, memudahkan dalam pembuatan bibliografi menurut pokok masalah.
Dari uraian tersebut, semakin jelas klasifikasi yang layak digunakan di perpustakaan sekolah. Dan, berdasarkan berbagai pertimbangan, terutama banyaknya keuntungan yang bisa diperoleh dengan menggunakan klasifikasi fundamental, maka jenis klasifikasi inilah yang sebaiknya digunakan di perpustakaan sekolah.
 D.    Katalogisasi dan Manfaatnya
     Secara umum, ada dua fungsi katalog sebagaimana dikemukakan oleh Yaya Suhendar dalam Prastowo (2012: 185). Pertama, katalog sebagai daftar inventaris bahan pustaka dari suatu atau kelompok perpustakaan. Kedua, katalog berfungsi sebagai sarana temu balik bahan pustaka. Sebagai daftar inventaris, katalog perpustakaan berarti merupakan daftar kekayaan yang dimiliki oleh perpustakaan, terutama menyangkut bahan-bahan pustaka yang tersedia. Sedangkan, sebagai sarana temu balik bahan pustaka, katalog perpustakaan berarti merupakan alat atau media untuk mencari dan menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pemakai perpustakaan secara cepat, tepat, dan akurat.
     Sementara itu, perlu kita ketahui bahwa sejalan dengan fungsi tersebut, maka pembuatan katalog perpustakaan memiliki beberapa tujuan. Pertama, memberikan kemudahan kepada seseorang untuk menemukan bahan pustaka yang telah diketahui pengarang, judul, atau subyeknya secara cepat, tepat, dan akurat. Kedua, menunjukkan bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan oleh pengarang tertentu, berdasarka subyek tertentu atau subyek-subyek yang berhubungan, dan jenis atau bentuk literatur tertentu. Ketiga, membantu dalam pemilihan bahan pustaka berdasarkan edisi dan karakternya (sastra atau berdasarkan topik).
     Selanjutnya, pembuatan katalog juga memiliki sejumlah kegunaan. Dalam hal ini, kegunaan itu tentunya tidak terlepas dari kenyataan bahwa katalog sering disebut kunci sebuah perpustakaan. Namun, para guru pustakawan harus mengingat bahwa katalog bisa berfungsi maksimal atau tidak sama sekali karena beberapa hal. Beberapa hal itu kiranya perlu kita perhatikan bersama, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Katalog perpustakaan sekolah harus lengkap dan memuat keseluruhan ciri-ciri buku.
2.      Katalog perpustakaan sekolah harus fleksibel. Maksudnya, kartu katalog bisa dengan mudah ditambah yang disebabkan semakin bertambahnya buku-buku perpustakaan sekolah.
3.      Katalog perpustakaan sekolah harus disusun dengan sistematis, sehingga bisa dengan mudah dimantaatkan.
4.      Katalog perpustakaan sekolah harus dibuat dengan sangat ekonomis, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.
5.      Katalog perpustakaan sekolah hendaknya memberikan petunjuk kepada murid-murid dalam hal penggunaan katalog, sehingga mereka dapat memanfaatkannya dengan sangat optimal.
6.      Buatlah katalog yang bermacam-macam bentuknya, seperti katalog pengarang, katalog judul, dan lain sebagainya.
 E.  Fungsi Katalog
Ada beberapa fungsi katalog perpustakaan menurut Sembiring (2014: 129), yaitu:
a.       Mencatat setiap bahan pustaka di perpustakaan menurut pengarang, badan, editor, penerjemah, atau di bawah nama apa saja yang memungkinkan pemustaka mencari bahan pustaka yang diingikannya.
b.      Menyusun author entries (nama-nama pengarang) sedemikian rupa sehingga karya seorang pengarang akan berkumpul bersama di bawah nama yang sama.
c.       Mencatat subyek sebuah bahan pustaka.
d.      Mencatat judul sebuah bahan pustaka.
e.       Memberikan penunjukan silang (cross references) sehingga dapat membimbing pemustaka dari suatu entri ke entri lainnya. Penunjukan silang diberikan dalam bentuk lihat dan lihat juga.
f.       Melengkapi keterangan penting bahan pustaka, misalnya cetakan, edisi, jilid, tempat terbit, nama penerbit, kota terbit, tahun penerbitan, jumlah halaman, seri, ISBN, dan keterangan-keterangan lainnya yang dianggap perlu diketahui oleh pemustaka.
g.      Memberikan nomor panggil/nomor sandi (call number) untuk menujukkan lokasi bahan pustaka disimpan di perpustakaan.
h.      Menyusun subject entries sehingga topik-topik yang berhubungan akan berkumpul menjadi satu.
F.   Jenis-Jenis Katalog
       Menurut bentuknya, katalog ada tiga jenis, yaitu katalog berkas, katalog buku, dan katalog kartu. Ketiga bentuk itu dijelaskan oleh Bafadal dalam Prastowo (2012: 189) sebagai berikut.
1.      Katalog Berkas (Sheaf Catalogue)
   Katalog berkas adalah salah satu bentuk katalog yang bisa dibuat dari kertas manila atau kertas biasa. Ciri-ciri katalog berkas adalah sebagai berikut:
a.       Terdiri atas beberapa kertas biasa yang diikat menjadi satu secara longgar.
b.      Ukuran per lembarnya umumnya 20 x 10 cm.
c.       Setiap ikat biasanya berisi 500-650 lembar, yang setiap lembarnya hanya berisi uraian satu buku.
d.      Teknik mengikatnya bisa dengan tali, kawat, ataupun jilid.
2.      Katalog Buku (Book Catalogue)
   Katalog buku adalah salah satu bentuk kataloh tercetak yang berbentuk buku. Karena tercetak itu pula katalog ini biasa disebut katalog tercetak. Ciri-ciri katalog ini adalah sebagai berikut:
a.       Setiap lembarnya bisa berisi uraian beberapa judul buku.
b.      Setiap lembarnya tersedia kolom-kolom untuk ciri-ciri buku, misalnya kolom judul, kolom pengarang, kolom kota terbit, kota penerbit, kolom tahun terbit, dan lain sebagainya.
c.       Pembuatan katalog ini hampir sama dengan buku daftar buku atau buku induk perpustakaan sekolah.
3.      Katalog Kartu (Card Catalogue)
   Katalog kartu adalah salah satu bentuk katalog yang umumnya dibuat dari kertas manila putih berukuran 12,5 x 7,5 cm. Ciri-ciri dari kartu katalog adalah sebagai berikut:
a.       Setiap lembar kartu katalog hanya berisi satu uraian judul buku.
b.      Diberi lubang pada tengah-tengah bagian bawahnya untuk memasukkan tusuk pengaman.
c.       Disusun dan disimpan di dalam kotak laci katalog, yang setiap kotaknya berisi kurang lebih seribu kartu.
d.      Katalog ini banyak digunakan di perpustakaan di Indonesia, khususnya di sekolah-sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.
e.       Katalog ini bermacam-macam, yaitu katalog pengarang, katalog judul, katalog subyek dan katalog subyek klasifikasi.
f.       Kartu ini dikenal awet dan mudah perawatannya.
g.      Kartu ini sangat fleksibel, sehingga dapat memperlancar pengelolaan perpustakaan, mudah diganti, dan diperbarui datanya.
h.      Kartu ini tidak membutuhkan ruang penyimpanan yang besar.
i.        Mudah diakses dan digunakan oleh beberapa pengunjung pepustakaan sekaligus.
j.        Bahan pembuatannya relatif murah, mudah dibuat, dan efisien/ekonomis.
   Katalog kartu memiliki jenis yang bermacam-macam, yaitu katalog pengarang, katalog judul, katalog subyek, dan katalog subyek klasifikasi. Katalog pengarang adalah katalog kartu dengan tajuk entri utama pengarang. Katalog judul adalah katalog kartu dengan tajuk entri tambahan judul. Katalog subyek adalah katalog kartu dengan tajuk entri tambahan subyek. Sementara itu, katalog pengarang disebut pula sebagai katalog entri utama yaitu uraian lengkap katalog dari sebuah buku yang dibuat sebagai dasar bagi pembuatan entri katalog judul dan katalog subyek (katalog entri tambahan).
       Selain jenis katalog diatas, masih ada jenis katalog lain, yaitu computer output microform catalogs dan online public access catalogues, berikut penjelasan kedua jenis katalog tersebut:
1.      Computer Output Microform Catalogs
Computer output microform catalogs adalah katalog dalam format microfis atau microfilm. Untuk pembuatannya, jasanya mahal. Jenis ini jarang digunakan di perpustakaan sekolah.
2.      Online Public Access Catalogues
Online public access catalogues biasa disingkat OPAC. Keistimewaan OPAC adalah para pemakai perpustakaan dapat mengakses katalog dari tempat mana pun dan kapan saja. Selain itu, OPAC memberi kemudahan bagi pengguna dalam memakainya maupun menyediakan keakuratan dalam menghadirkan data, dapat diakses oleh beberapa orang sekaligus pada saat yang sama, dan memberikan keleluasaan pada pengakses untuk memilih tajuk entri, pengarang, judul, subyek, atau penerbit menggunakan logika Boolean.

       Sementara itu, dalam pandangan lainnya, ada juga yang memilah jenis-jenis katalog dengan pengelompokkan yang berbeda. Sulistyo Basuki dalam Prastowo (2012: 194) menyebutkan bahwa secara garis besar, jenis katalog dibagi menjadi empat golongan besar, sebagai berikut:
1.      Katalog Abjad
   Katalog abjad mencakup katalog pengarang, katalog judul, katalog subyek, dan katalog leksikal. Katalog pengarang terdiri atas entri pengarang yang disusun menurut abjad. Katalog pengarang ini memberikan informasi mengenai karya seorang pengarang yang dimiliki oleh perpustakaan. Pengertian pengarang mencakup juga editor, compiler, ilustrator, penerjemah, dan lain sebagainya. Katalog judul adalah entri judaul yang disusun menurut abjad. Katalog subyek adalah entri subyek disusun menurut abjad. Katalog leksikal adalah katalog yang mencakup semua entri dalam satu jajaran. Dalam susunan ini, katalog pengarang, katalog judul, dan subyek dijadikan satu dalam sebuah urutan. Karena mirip dengan kamus, maka katalog ini sering pula disebut sebagai katalog kamus.
2.      Katalog Kelas
   Katalog kelas adalah katalog dengan entri subyek yang disusun berdasarkan pada sebuah bagan klasifikasi. Atau, disebut pula sebagai katalog subyek, karena semua subyek disusun menurut ketentuan klasifikasi. Hal ini dalam praktiknya sebenarnya (jika hanya katalog kelas) tidaklah cukup. Sebab, katalog ini tidak memungkinkan pemakai mencari bahan pustaka berdasarkan  rancangan pengarang, judul, maupun subyek. Dan, akses subyek dapat dilakukan jika pemakai mengetahui susunan bagan klasifikasi. Namun, tidak semua pemakai mengetahui susunan tersebut.
3.      Alphabetico-Classed Catalogue
   Dalam bentuk katalog ini, mula-mula entri katalog disusun menurut susunan kelas, kemudian subdivisi dalam kelas tersebut menurut abjad. Dalam praktik di lapangan, sistem ini masih disertai indeks subyek menurut abjad. Namun, katalog ini sekarang tidak populer lagi.
4.      Katalog Terbagi
   Katalog jenis ini asebenarnya adalah sempalan dari katalog leksikal. Pada katalog terbagi, ada dua jajaran utama.  Pertama, jajaran subyek yang disusun berdasarkan abjad. Kedua, gabungan pengarang dan judul yang disusun berdasarkan abjad.
 G. Prosedur Klasifikasi dan Katalogisasi
1.    Langkah-Langkah Mengklasifikasi Koleksi Pustaka
      Agar kita tidak terlalu mengalami kesulitan dalam mengklasifikasi buku-buku perpustakaan sekolah, maka beberapa prinsip berikut penting untuk kita pahami. Beberapa prinsip ini perlu kita perhatikan dalam mengklasifikasikan buku-buku perpustakaan sekolah yang menggunakan sistem klasifikasi berdasarkan subyek.
a.       Klasifikasikan buku-buku perpustakaan sekolah, pertama-tama berdasarkan subyeknya. Lalu berdasarkan bentuk penyajiannya, atau bentuk karyanya.
b.      Khusus buku-buku yang termasuk karya umum dan kesusastraan, hendaknya lebih diutamakan bentuknya.
c.       Dalam mengklasifikasikan buku-buku perpustakaan sekolah, hendaknya memperhatikan tujuan pengarangnya.
d.      Klasifikasikan buku-buku perpustakaan sekolah berdasarkan subyek yang sangat spesifik. Untuk memperoleh nomor klasifikasi yang paling spesifik, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan. Di antaranya adalah harus menentukan subyek sebuah buku dengan persis, batasi wilayahnya,waktunya (jika ada), dan tentukan bentuk penyajiannya.
e.       Apabila sebuah buku membahas dua atau tiga subyek, klasifikasikan buku tersebut menurut subyek yang dominan (lebih utama, luas, panjang, dan mendalam pembahasannya).
f.       Apabila ada sebuah buku yang membahas yang membahas dua subyek dengan perimbangan yang sama, maka klasifikasikan buku tersebut menurut subyek yang paling banyak bermanfaat bagi pemakai perpustakaan sekolah.
g.      Apabila dalam satu buku tidak ada subyek yang lebih luas atau lebih utama (membahas dua subyek), maka hendaknya dikelompokkan pada subyek yang disebut lebih dahulu pada schedule (nomor klasifikasi pada bagan), bukan pada subyek yang dibahas terlebih dahulu.
h.      Dalam membuat klasifikasi buku-buku perpustakaan sekolah, hendaknya guru-guru pustakawan/petugas pustakawan mempertimbangkan keahlian pengarangnya.
i.        Apabila sebuah buku perpustakaan sekolah yang membahas dua subyek yang sama imbang, dan merupakan bagian dari suatu tugas yang lebih luas, maka klasifikasikan buku tersebut pada subyek yang lebih luas.
j.        Apabila ada sebuah buku perpustakaan sekolah yang membahas tiga subyek atau lebih, tetapi tidak jelas subyek yang lebih diutamakan oleh pengarangnya, dan merupakan bagian dari suatu subyek yang lebih luas, maka klasifikasikan buku tersebut pada subyek yang lebih luas.
k.      Apabila dalam sebuah buku mencakup lebih dari satu aspek maka ada lima hal yang mungkin dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Karya yang berisi antardisiplin, yaitu subyek yang ditinjau dari dua sudut pandang atau lebih. Maka, karya ini hendaknya dikelompokkan berdasarkan aspek yang paling diutamakan.
2)      Sebuah karya yang memuat suatu subyek yang ditinjau dari dua aspek atau lebih, tetapi tidak jelas yang lebih ditekankan. Maka, karya ini hendaknya dikelompokkan berdasarkan aspek yang lebih luas.
3)      Sebuah karya yang memuat suatu subyek dan ditinjau dari dua aspek atau lebih, tetapi tidak jelas yang lebih ditekakankan dan lebih luas. Karya tersebut hendaknya dikelompokkan sesuai dengan petunjuk yang diberikan dalam schedule.
4)      Apabila tidak jelas yang lebih penting atau yang lebih luas, dan tidak pula ditemukan petunjuk yang khusus dalam schedule mengenai karya yang membahas suatu subyk yang ditinjau dari dua aspek atau lebih, maka karya itu hendaknya dikelompokkan dalam dislipin yang merupakan dasar, lebih luas, atau yang dituju.
5)      Apabila tidak satu pun prinsip-prinsip yang tercakup, hendaklah dikelompokkan pada disiplin yang disebutkan lebihdulu dalam schedule.
l.        Apabila subyek sebuah buku tidak mempunyai nomor klasifikasi dalam schedule, kelompokkan pada nomor yang paling dekat. Dan, jangan membuar sendiri nomor klasifikasi baru.
    Menurut Ibrahim Bafadal dalam Prastowo (2012: 205), ada beberapa langkah yang dapat kita tempuh dalam mengklasifikasikan buku-bukuperpustakaan sekolah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Membuat Sistem Klasifikasi
       Menentukan sistem klasifikasi adalah langkah pertama dalam mengklasifikasikan buku-buku perpustakaan. Ada beberapa sistem klasifikasi, seperti UDC (universal decimal classification), LCC (library of congress classification), DDC (Dewey decimal classification), dan lain sebagainya. Maka dari itu, kita harus memilih sistem-sistem klasifikasi tersebut. Jika kita sudah menetapkan pilihan, misalnya memilih DDC (karena paling banyak kelebihannya), maka kita harus konsisten menggunakannya.
b.      Menyiapkan Bagan Klasifikasi
       Langkah kedua dalam mengklasifikasikan buku-buku perpustakaan adalah dengan menyiapkan bagan klasifikasi. Bagan klasifikasi disusun berdasarkan pada sistem klasifikasi yang digunakan. Bagan sebaiknya ditulis dalam lembar kertas manila, kemudian ditempel di tembok agar mudah mengingatnya. Sehingga, langkah ini memperlancar proses klasifikasi buku-buku yang dimiliki oleh perpustakaan sekolah.
c.       Menyiapkan Buku
       Langkah selanjutnya dalam proses klasfikasi buku adalah menyiapkan buku. Buku-buku perpustakaan sekolah harus disiapkan dengan baik di atas meja. Kemudian, buku tersebut dicatat atau diinventarisasi di dalam buku induk atau buku inventaris. Setelah itu, buku-buku tersebut di stempel dengan stempel sekolah dan stempel inventaris.
d.      Menentukan Subyek Buku
       Dalam langkah ini, kita perlu melakukan analisis terhadap beberapa bagian buku, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Judul dan subjudul buku. Bagian ini biasanya terdapat pada halaman pertama setelah kulit buku. Dengan mengetahui judul dan subjudul buku, maka kita akan mengetahui gambaran tentang isi atau persoalan yang dibahas di dalam buku yang bersangkutan.
2)      Daftar isi. Jika dengan mencermati judul dan subjudul buku belum mampu memperoleh gambaran yang jelas tentang isi buku, maka kita bisa melakukan penelaahan terhadap daftar isinya. Daftar isi memuat rincian persoalan yang dibahas di dalam buku yang bersangkutan, mulai dari bab-babnya hingga ke anak subbab. Dengan demikian, kita dapat membayangkan persoalan yang dibahas di dalam buku tersebut.
3)      Kata pengantar. Dalam kata pengantar, penulis seringkali menjelaskan latar belakang disusunnya buku tersebut, tujuan penyusunan, serta sistematika pembahasannya. Dengan mencermati hal ini, maka kita akan lebih mudah lagi menentukan subyek atau persoalan buku tersebut.
4)      Isi sebagian atau keseluruhan. Jika dengan menelaah judul dan subjudul, daftar isi, dan kata pengantar masih didapati kesulitan untuk menentukan subyek atau persoalan yang dibahas di dalam buku yang bersangkutan, maka tindakan lain yang bisa dilakukan adalah dengan membaca isi buku. Pertama-tama, disarankan membaca bagian-bagian pendahuluan. Namun, jika subyek buku tetap belum didapatkan kejelasan dari bagian pendahuluan tersebut, maka sebaiknya perlu dibaca keseluruhan isi buku dari halaman pertama hingga terakhir.
e.       Menentukan Nomor Klasifikasi
       Langkah terakhir adalah menentukan nomor klasifikasi. Apabila subyek buku telah ditemukan maka langkah berikutnya adalah menentukan nomor klasifikasi. Untuk itu, kita bisa berpedoman pada bagian klasifikasi  sebagaimana telah dipersiapkan pada langkah kedua.
2.        Prosedur Katalogisasi Koleksi Pustaka Sekolah
                        Dalam prosedur atau langkah-langkah membuat katalog kartu, baik katalog pengarang, katalog judul, maupun katalog subyek, ada dua hal penting yang harus dipersiapkan. Pertama, mempersiapkan kartu katalog. Kedua, menyiapkan temporary slip atau T-slip.
                        Langkah-langkah dalam penyusunan katalog kartu pengarang, ada beberapa prosedur:
1)      Setelah kertas slip selesai dibuat, salinlah T-slip itu dalam kartu katalog.
2)      Pastikan bentuk katalog kartu yang akan diketik (katalog pengarang, katalog judul, ataukah katalog subyek).
3)      Mengetik nomor klasifikasi.
4)      Nama pengarang (sebagai tajuk entri) diketik dengan huruf besar semua (kira-kira 2,5 cm dari tepi kiri kartu) sejajar dengan nomor penempatan atau nomor klasifikasi.
5)      Judul buku diketik mulai pada indensi kedua di bawah huruf keempat ketikan nama pengarang.
6)      Setelah pengetikan judul maka dilanjutkan dengan pengetikan nama lengkap pengarang (penulis) yang diberi tanda titik.
7)      Pengetikan imprint.
8)      Pengetikan kolasi tidak diketik bersambung dengan imprint, tetapi diketik pada baris berikutnya mulai pada indensi kedua.

                             Sementara itu, untuk katalog judul, perbedaannya hanya pada dua hal. Pertama, pada katalog judul, di atas tajuk entri utama, diketikkan judul buku yang dimulai pada indeksi kedua. Kedua, pada katalog pengarang, nama keluarga atau nama utama diketik dengan huruf besar semua. Sedangkan, pada katalog judul, nama keluarga atau utama yang menjadi entri utama diketik dengan huruf kecil semua. Adapun dalam katalog subyek, perbedaannya hanya terletak pada pengetikan di atas entri utama yang berupa subyek dari buku tersebut. Pengetikan subyek buku dilakukan dengan huruf kapital semua, dimulai dari indensi kedua.

 H.  Prosedur Katalogisasi Koleksi Pustaka Nonbuku
Di dalam perpustakaan sekolah, biasanya koleksi perpustakaan yang dimiliki tidak hanya berbentuk buku. Ada yang berupa terbitan berkala dan bahan-bahan nonkertas. Berikut pembahasan kedua koleksi tersebut:
1.      Katalogisasi Terbitan Berkala
      Ada beberapa aturan yang perlu dipahami untuk membuat katalog terbitan berkala. Katalog ini bisa berbentuk cetak, kartu, atau software tertentu. Adapun unsur-unsur yang harus ada dalam pembuatan katalog ini adalah judul, penanggung jawab, nomor pertama, frekuensi terbitan, ISSN, kota terbit, nama lembaga yang menerbitkan, tahun, bulan, volume, nomor majalah yang dimiliki perpustakaan, edisi, penomoran, dan dekripsi fisik.
2.      Katalogisasi Koleksi Pustaka Nonkertas
      Untuk katalogisasi koleksi pustaka nonkertas maka pekerjaannya hanya menampilkan data fisik koleksi tersebut. Unsur-unsur yang perlu dicantumkan pada katalogisasi itu, dalam penjelasan Lasa HS dalam Prastowo (2012: 232), meliputi beberapa hal berikut:
a.      Nomor klasifakasi
b.      Jenis bahan. Contoh film, kaset, CD, slide, dan lainnya.
c.      Nama penganggung jawab, pencipta lagu, sutradara, penceramah, penyusun, dal lain-lain.
d.     Sponsor, agen, perusahaan, dan lain-lain.
e.      Edisi, tahun, hak cipta, tahun kalender, dan lain-lain.
f.       Kolasi (berisi jumlah kaset, piringan hitam, dan lain-lain.
g.      Jejakan.
h.      Catatan lain.
I.     Mencermati Perkembangan Katalogisasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali dalam dunia perpustakaan. Salah satunya, yaitu dalam teknik katalogisasi. Katalog-katalog yang tradisional, seperti katalog yang berbentuk kartu dan cetakan, sudah banyak diganti dan diubah dengan software tertentu, seperti CDS/ISIS, Dynic, SIMPUS, SIPUS, NCI Bookman, VTLS, dan lainnya.
Untuk memahami lebih lanjut tentang praktik penggunaan teknologi digital dalam katalogisasi perpustakaan sekolah, maka setidak-tidaknya ada enam poin penting yang perlu kita pahami. Diantaranya barcode, perangkat sensor, perangkat keamanan bahan pustaka, perangkat aktivasi-deaktivasi, dan layar monitor. Berikut penjelasan masing-masing:
1.      Barcode
      Barcode, dalam ilmu komputer, diartikan dengan kode atau simbol yang pada umumnya terdiri atas lajur-lajur atau batang-batang paralel, terkadang berwarna-warni, yang berbeda-beda tebal maupun jarak antara batangnya. Selain model kode batang rangkai linier juga terdapat model-model lain.
      Saat ini, telah banyak perpustakaan yang memasang barcode pada koleksinya demi keamanan dan kelancaran pelayanan. Pemasangan barcode sebaiknya juga dilengkapi dengan sistem pengamanan pintu dengan alarm system atau layar monitor. Kemudian, sistem pengamanan koleksi ini juga harus terintegrasi dengan kegiatan yang dilaksanakan di perpustakaan sekolah, seperti pengolahan, katalogisasi, statistik, dan lain sebagainya. Adapun peralatan pengamanan ini terdiri atas perangkat sensor, perangkat keamanan buku, dan perangkat aktivasi-deaktivasi.
2.      Perangkat Sensor
      Perangkat sensor adalah pintu khusus yang dipasang pada pintu keluar perpustakaan sekolah yang digunakan sebagai alat kontrol atau pengawas otomatis. Karakteristik dari perangkat ini meliputi beberapa hal, yaitu:
a.      Tinggi minimal 160 cm.
b.      Lebar area deteksi minimal 75 cm.
c.      Volume suara dan periode alarm bisa diatur sesuai peraturan.
d.     Bisa dikembangkan dengan peralatan keamanan lain, seperti CCTV ataupun voice recorder, mudah dipindahkan.
e.      Frekuensi kerja maksimal 220 Hz, untuk menghindari intervensi dan mengurangi terjadinya false alarm.
f.       Bisa menghitung jumlah pengunjung perpustakaan.
3.      Perangkat Keamanan Bahan Pustaka
      Perangkat keamanan bahan pustaka yang dimaksud disini adalah tattle tape system. Perangkat ini dapat memberikan perlindungan keamanan untuk koleksi perpustakaan, baik yang berbahan kertas maupun berbahan nonkertas, sehingga bisa dipinjamkan keluar. Perangkat ini mempunyai dua karakteristik, yaitu:
a.      Bentuknya tipis, bening, dan transparan sehingga sulit dikenali.
b.      Menggunakan teknologi elektromagnetik yang mudah diterapkan ke permukaan bahan pustaka.
4.      Perangkat Aktivasi-Deaktivasi
      Perangkat aktivasi-deaktivasi adalah salah satu perangkat yang dibutuhkan dalam perpustakaan yang telah mengadaptasi teknologi IT ke dalam sistem pengelolaan koleksi perpustakaan. Di antara kemampuan perangkat ini adalah dapat melakukan pekerjaan aktivasi dan deaktivasi secara cepat, kira-kira 2 detik, dan dapat dilakukan dari dua arah yang berlawanan. Perangkat ini memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a.      Memiliki interface ke barcode, sehingga dapat mengakses informasi dari database.
b.      Memiliki indikator yang mudah dibaca saat proses aktivasi atau deaktivasi.
c.      Bisa melakukan aktivasi atau deaktivasi beberapa buku sekaligus.
d.     Bisa digunakan sekaligus untuk bahan nonbuku, seperti film, kaset, CD, DVD, dan lain sebagainya.
5.      Layar Monitor
      Perlu kita pahami sebelumnya bahwa barcode dibuat berdasarkan nomor inventaris menggunakan angka sebanyak 10 digit. Strukturnya terdiri atas beberapa kriteria. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a.      Empat digit pertama menunujukkan tahun pencatatan buku.
b.      Tiga digit berikutnya menunjukkan kepemilikan bahan pustaka.
c.      Tiga digit terakhir menunjukkan jumlah koleksi.

 DAFTAR RUJUKAN

Prastowo, Andi. 2012. Manajemen Perpustakaan Sekolah Profesional. Jogjakarta: DIVA Press.
Sembiring, Darwis. 2014. Pengolahan Bahan Pustaka (Klasifikasi & Katalogisasi). Bandung: Yrama Widya.



1 komentar: